Kendala Bahasa, Anak Rohingya Belajar Pakai Musik India

anak pengungsi rohingya
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zulkarnaini Muchtar
VIVA.co.id -
Tokoh Rohingya Sanjung Keramahan Warga Aceh Utara
Teriknya matahari dan panasnya hawa pesisir pantai di pelabuhan kota Langsa, Aceh, tak menghalangi anak-anak pengungsi Rohingya belajar di tenda-tenda relawan di tempat pengungsian yang hanya beralaskan tikar plastik.

Ratusan Warga Rohingya Lari dari Rumah Pengungsian

Anak-anak tersebut terlihat bersemangat, belajar menulis dan membaca huruf abjad dalam bahasa Inggris dalam kondisi yang cukup membuat keringat bercucuran. Mereka juga terlihat senang dalam menggambar dan mewarnai buku gambar yang diberikan oleh para relawan.
Alasan Pengungsi Rohingya Kabur dari Aceh


Sesekali anak-anak itu bercanda dan tertawa dengan bahasa Myanmar yang tidak mudah untuk dipahami. Para relawan, juga menanggapi celotehan tersebut dengan sepatah-dua kata dari bahasa yang sama yang mereka bisa.

Penulis juga kesusahan ketika mencoba menanyakan apakah mereka bahagia dengan kondisi mereka sekarang, setelah hampir tiga-empat bulan terombang ambing di lautan tanpa kejelasan akan bersandar didaratan.


Namun, salah satu relawan menjawab, bahwa mereka hanya bisa berbahasa ibu atau tempat kelahiran mereka, yakni Myanmar.


"Mereka tidak bisa berbicara Indonesia atau Inggris mas, saya saja pakai bahasa tubuh," Lelinawati Siregar, relawan dari Dompet Dhuafa, saat ditemui di pelabuhan kota Langsa, Senin 25 Mei 2015.


Leli menceritakan, awalnya ia kesusahan mengajak anak-anak tersebut untuk belajar atau bermain karena faktor kendala bahasa. Namun suatu ketika, ia tidak sengaja memutar salah satu lagu India yang ada dalam handphone-nya, untuk mengusir penatnya karena tidak menarik perhatian anak-anak tersebut.


Tidak diduga suara dari lagu itu mampu menarik minat dan perhatian para anak-anak pengungsi Rohingya tersebut untuk mengikuti arahannya.


"Saya tidak sengaja mas. Eh pas dengar lagu India, tiba-tiba mereka langsung tertarik seperti ingin menari. Dari situ saja jadikan lagu India untuk menarik perhatian mereka sehingga mau belajar dan bermain," katanya.


Hampir empat hari Leli dan sejumlah relawan mengeluh, tidak tahu harus berkomunikasi dengan bahasa apa karena minimnya bahasa anak-anak pengungsi tersebut.


Sementara itu anak-anak tersebut bandel dan asik dengan dunianya sendiri. Namun Leli sadar, sifat alamiah anak-anak memang rewel, semaunya dan sesukanya sendiri. Karenanya tanpa bahasa yang dimengerti, ia menggunakan banyak cara seperti bahasa tubuh, bahasa mata untuk berkomunikasi. Hingga menemukan cara dengan metode lagu India.


"Anak-anak itu bandel, kami semua awalnya banyak mengeluh karena harus bagaimana menghadapi mereka. Sampai akhirnya musik India menunjukkan jalannya," katanya.


Leli dengan banyak relawan lainnya mencoba melakukan trauma
healing
dengan cara mengajak anak-anak tersebut belajar dan bermain tukar bahasa.


"Tukar bahasa, kita bahasa Indonesia, Mereka bahasa Myanmar, untuk anak-anak fokus kita trauma
healing,
" tutur Leli.


Di tempat pengungsian Rohingya di pelabuhan kota Langsa Aceh, 63 dari 257 pengungsi adalah anak-anak. Mereka terpaksa harus tinggal untuk sementara disebuah bekas gudang pelabuhan. Kondisi yang panas dan banyaknya pengungsi membuat miris setiap orang yang nelihat kondisi tersebut secara langsung. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya