Isi Ramalan Jayabaya yang Terbukti

Buku "Jangka Joyoboyo".
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
-
"Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya Ratu Adil, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat? Tak lain ialah karena hati rakyat yang menangis itu, tak habis-habisnya menunggu-nunggu, mengharap-harapkan datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap. Kapan, kapankah Matahari terbit?”.
Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI
(Sukarno, 1930, Indonesia Menggugat).
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia

Banyak ramalannya yang bisa ditafsirkan "mirip" keadaan sekarang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prof Arysio Santos, dalam bukunya Atlantis The Lost Continent Finally Found disebutkan Atlantis adalah negeri tropis yang berlimpah mineral dan kekayaan hayati.

Namun, segala kemewahan itu lenyap tersapu bencana maha besar yang memisahkan Jawa dari Sumatera, menenggelamkan lebih dari separuh wilayah Nusantara. Kejadian itu diperkirakan pada 11.600 tahun yang lalu.


Apa yang diteliti oleh Arysio tersebut sebenarnya sudah dijelaskan dalam kitab Jangka Jayabaya. Masa itu  masuk dalam periodesasi zaman besar kedua yang disebut dalam Jangka Jayabaya adalah zaman Kalijaga artinya zaman tumbuhan. Di Jawa yang saat itu masih menyatu dengan pulau-pulau lain mengalami perubahan, yakni terpecah menjadi pulau-pulau kecil.

 

"Selain ramalan yang diangggap tepat adalah tentang datangnya bangsa berkulit pucat maksudnya tentara Belanda yang membawa tongkat yang bisa membunuh dari jauh dan bangsa berkulit kuning dari utara, maksudnya Jepang," kata budayawan Jawa, Aziz Hidayatullah.

 

Aziz menambahkan, ramalan lain adalah, "Kreto mlaku tampo jaran", "Prau mlaku ing nduwur awang-awang". Berarti, kereta tanpa kuda dan perahu yang berlayar di atas awan (mobil dan pesawat terbang).


Lalu, datangnya zaman penuh bencana di Nusantara.
Lindu ping pitu sedino, lemah bengkah, pagebluk rupo-rupo
(gempa 7 kali sehari, tanah pecah merekah, bencana macam-macam). Bahkan juga meramalkan
global warming.

"Akeh udan salah mongso" yang artinya datangnya masa di mana hujan salah musim.

 

Raja Jayabaya juga banyak memberikan perlambang dan sindiran yang bisa dibuktikan hingga sekarang. Contohnya fenomena seks bebas yang hingga kini masih sering terjadi di masyarakat.

 

Dalam Kitab Jangka Jayabaya pernah diungkapkan bahwa nanti akan banyak kaum laki-laki dan perempuan yang akan kehilangan rasa hormat sampai rasa malu. Ada lagi yang menarik ungkapan dalam Jangka Jayabaya yakni
wong wadon ilang kawirangane wong lanang ilang prawirane.
Artinya banyak perempuan hilang rasa malunya dan banyak laki-laki hilang kehormatannya.

 

Kitab Jangka Jayabaya memprediksi akan terjadi praktek korupsi di Tanah Air yang dulu masih bernama Nusantara. Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya pejabat yang haus akan kekuasaan dan melanggar sumpah-sumpah jabatannya.

 

Perlambang itu lain adalah
akeh janji ora ditetepi, akeh wong nglanggar sumpahe dewe
(artinya banyak orang melanggar janji dan sumpah jabatan yang diartikan untuk para pejabat banyak dilanggar, misalnya hakim berkhianat, pejabat yang korupsi dan lain sebagainya).

 

Dalam Kitab Jangka Jayabaya memprediksi pasar rakyat yang biasanya ramai di pagi hari kini sudah tak bisa didengar lagi dalam radius 5 km. Beberapa sindiran tersebut antara lain,
mbesuk yen ana kereta mlaku tanpa jaran, tanah Jawa kalungan wesi, prahu mlaku ing duwur awang-awang, kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange. Iku tanda yen tekane jaman Joyoboyo wis cedak.
 

Kalau diterjemahkan "Besok kalau sudah ada kereta berjalan tanpa kuda, tanah Jawa berkalung besi – artinya adanya kereta api, perahu berjalan di atas angkasa – artinya terciptanya pesawat terbang. Sungai hilang kedungnya artinya kehilangan sumber air dan ini sudah terbukti, termasuk pasar hilang kumandangnya, di mana zaman dahulu pasar di pagi hari seperti suara lebah karena suara pedagang dan pembeli bisa terdengar di radius 5 km."

 

Sedang budayawan Jombang, Dimas Cokro Pamungkas, mengatakan, Raja Jayabaya sudah memprediksi sejak dulu bahwa pulau Jawa akan banyak digenangi banjir. Zaman itu disebut olehnya Zaman Kalatirto.


"Zaman Kalatirto atau zaman air, di Jawa sering terjadi banjir karena Sang Hyang Raja Kano yang bertahta di Negara Purwocarito sering menata batu besar untuk membendung kali dan bengawan. Ini dihitung mulai tahun 301-400 tahun surya atau mulai tahun 310-412 tahun candra," ujar dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya