Kisah Penyebaran Islam di Kendal

Makam tokoh pendiri Kendal, Pakuwojo.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko
VIVA.co.id -
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
Pada suatu masa, Batara Katong atau Sunan Katong bersama pasukannya mendarat di Kaliwungu, memilih tempat di pegunungan Penjor atau pegunungan telapak kuntul melayang. Beberapa tokoh dalam rombongannya antara lain terdapat tokoh seperti Ten Koe Pen Jian Lien (Tekuk Penjalin), Han Bie Yan (Kyai Gembyang) dan Raden Panggung (Wali Joko).

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI

Penyebaran Islam di sekitar Kaliwungu tidak ada hambatan apapun. Sedangkan, memasuki wilayah yang agak ke Barat ada seorang tokoh agama Hindu, mantan petinggi Kadipaten di bawah kerajaan Majapahit untuk wilayah Kendal bernama Suromenggolo atau Empu Pakuwojo. Ia ahli membuat pusaka.
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia


"Bila Sunan Katong sanggup mengalahkannya, maka ia mau memeluk agama Islam dan menjadi murid Sunan Katong," kata juru kunci makam Sunan Katong, Suyatno, menirukan sesumbar Pakuwojo di hadapan Sunan Katong.


Pertarungan mereka berlangsung seru. Selain adu fisik, mereka adu kekuatan batin yang sulit diikuti oleh mata  awam. Kejar mengejar, di darat maupun di air berlangsung berjam-jam. Pakuwojo tidak pernah menang. Bahkan ia berkeinginan untuk lari dan bersembunyi.


Kebetulan, ada sebuah pohon besar yang berlubang. Oleh Pakuwojo digunakan sebagai tempat bersembunyi dengan harapan Sunan Katong tidak mengetahuinya. Namun berkat ilmu yang dimiliki, Sunan Katong berhasil menemukan Pakuwojo. Menyerahlah Pakuwojo.


Oleh Sunan Katong, pohon yang dijadikan tempat persembunyian Pakuwojo diberi nama Pohon Kendal yang artinya penerang. Di tempat itulah Pakuwojo masuk Islam.


Sungai yang dijadikan tempat pertarungan kedua tokoh itu diberi nama kali atau sungai Kendal, yaitu sungai yang membelah kota Kendal, tepatnya di depan masjid Kendal. Pakuwojo yang semula oleh banyak orang dipanggil Empu Pakuwojo, oleh Sunan Katong dipanggil dengan nama Pangeran Pakuwojo, sebuah penghargaan karena ia seorang petinggi Majapahit.


Setelah itu, ia memilih di desa Getas, Kecamatan Patebon, dan kadang-kadang ia berada di padepokannya yang terletak di perbukitan Sentir atau gunung Sentir. Ia menjadi santri Sunan Katong. Sedangkan nama tempat di sekitar pohon Kendal disebutnya dengan Kendalsari.


Versi lain menyebutkan nama Kendal berasal dari kata Kendalapura. Dilihat dari namanya, Kendalapura ini berkonotasi dengan agama Hindu. Artinya, bahwa Kendal sudah ada sejak agama Hindu masuk ke Kendal. Atau paling tidak di dalam berdoa atau mantera-mantera pemujaan sudah menyebu-nyebut nama Kendalapura.


Ada pula yang berteori bahwa Kendal berasal dari kata Kantali atau Kontali. Nama itu pernah disebut-sebut oleh orang-orang China sehubungan dengan ditemukannya banya arca di daerah Kendal. Bahkan, disebutkan oleh catatan itu bahwa candi-candi di Kendal jauh lebih tua dari candi Borobudur maupun candi Prambanan.


Namun, kebanyakan masyarakat lebih cenderung pada catatan Babad Tanah Jawi yang menerangkan bahwa nama Kendal berasal dari sebuah pohon yang bernama pohon Kendal. Catatan-catatan pendukung sejarah ada yang berasal dari Universitas Leiden, Belanda.


Versi lain menyebutkan Sunan Katong dan Pakuwojo berkelahi di dekat sungai karena perbedaan prinsip. Dari pertengkaran itu terjadi pertumpahan darah,  Sunan Katong berdarah biru dan Pakuwojo berdarah merah. Keduanya tewas dalam perkelahian itu dan darahnya mengalir di sungai sehingga berubah menjadi ungu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya