ICW: Revisi UU Akan Bonsai Kewenangan KPK

ibadah salat tarawih di istiqlal
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
VIVA.co.id
Cabut Revisi UU KPK, Demokrat Dekati PKS dan Gerindra
- Indonesian Corruption Watch (ICW) mengapresiasi penolakan banyak pihak termasuk Presiden Joko Widodo terhadap rencana DPR yang ingin merevisi Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Rencana tersebut menuai polemik karena dinilai sebagai salah satu upaya untuk melemahkan KPK. 

Soal Revisi UU KPK, Menteri Yasonna: Publik Salah Paham
Antara pemerintah dan DPR sebelumnya saling melempar tanggung jawab soal inisiatif revisi UU KPK. 

Gerindra Curiga Barter Revisi UU KPK dan Pengampunan Pajak
"Kami mengapresiasi langkah Jokowi soal penolakan revisi UU KPK, karena itu cenderung membonsai kewenangan KPK," kata praktisi dan anggota ICW, Lalola Easter di kantornya pada Minggu, 21 Juni 2015. 

Lalola berpendapat langkah Jokowi menolak revisi UU KPK sudah tepat, karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu mendengarkan aspirasi publik. Dia berpendapat, jika pemerintah mendukung revisi UU KPK, maka pemerintah dianggap gagal menangkap kinerja sukses yang telah dilakukan KPK. 

Selain itu, Lalola juga mempertanyakan latar belakang diusulkannya pembahasan revisi UU KPK dalam program legislasi nasional pemerintah dan DPR tahun 2015. 

"Apa tujuan UU KPK perlu direvisi? Rasanya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, belum pernah menjelaskan tujuan ingin merevisi UU KPK itu," Lalola menambahkan. 

DPR menjadi inisiator dalam rencana mervisi UU KPK. Namun, bukan kali ini saja revisi UU KPK diajukan. Terakhir tahun 2012 lalu, DPR juga ingin merevisi UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK itu. 

Rancangan revisi UU KPK yang diajukan Komisi Hukum DPR saat itu dinilai ingin melemahkan fungsi lembaga anti korupsi itu. Salah satunya rancangan yang mengatur soal penyadapan dan penuntutan. UU KPK yang ada saat ini memberi kewenangan luas kepada KPK dalam melakukan upaya penyadapan tanpa perlu meminta izin pengadilan dan tanpa menunggu bukti permulaan yang cukup. 

Namun dalam rancangan itu, KPK diwajibkan meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan dan harus mengantongi bukti yang cukup. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK, Taufiqurrachman Ruki, Presiden Jokowi telah menolak karena Instruksi Presiden (Inpres) nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi ditujukan untuk kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Namun, KPK akan tetap membantu mengawasi.  

Laporan: Dianty Windayanti
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya