Usai Bunuh Engeline, Margriet Mengarang Cerita

Angeline, bocah yang ditemukan tewas terkubur di rumahnya
Sumber :
  • VIVA.co.id/http://bali.coconuts.co

VIVA.co.id - Kepolisian Daerah (Polda) Bali menjerat Margriet Christina Megawe dengan pasal berlapis, yakni tentang penelantaran anak dan pembunuhan berencana.

Kuasa Hukum Margriet: Banyak Fakta Direkayasa

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Polisi Hery Wiyanto mengatakan, berdasarkan bukti-bukti yang cukup, Margriet dijerat pasal pembunuhan berencana. "Nyonya M (Margriet) dikenakan pasal 340 dan 338 KUHP serta pasal penelantaran anak sesuai pasal 77b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak," katanya di Denpasar, Senin, 29 Juni 2015.

Sementara Agustinus Tai Andamai dijerat Pasal 340 juncto 56 KUHP dan Pasal 338 juncto Pasal 56 KUHP. "Kita konstruksi hukum nanti demikian, (pembunuhan) terencana untuk mempersangkakan tersangka M (Margriet)," ujarnya menambahkan.

Margriet Dituntut Hukuman Seumur Hidup, Pengacara: Tak Adil!

Hery membeberkan alat bukti yang menguatkan penyidik untuk menetapkan Margriet sebagai tersangka baru. "Untuk menetapkan tersangka M (Margriet) sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan, alat buktinya antara lain, keterangan saksi dari Agus Tai Andamai (25)," katanya.

Bukti lain yang menguatkan untuk menetapkan Margriet sebagai tersangka adalah hasil autopsi yang dilakukan oleh kedokteran forensik RSUP Sanglah dan didukung hasil tempat kejadian perkara. "Dan, persesuaian keterangan saksi yang merupakan alat bukti petunjuk, yang bisa mengarah pada tersangka Nyonya M (Margriet)," katanya.

Berikut ini hal-hal yang yang disangkakan kepada Margriet:

Pertama, Margriet melakukan penelantaran. Dari beberapa kesaksian warga di sekitar, Margriet tak mengurus dengan becus bocah delapan tahun itu. Wahidah salah satunya. Tetangga rumah Engeline itu hampir tiap hari melihat bocah kurus itu pergi-pulang jalan kaki.

"Tiap hari dia jalan kaki. Kalau perginya tasnya digendong, pulangnya diseret. Sudah lemas gitu dia, terseok-seok jalannya," kata Wahidah. Tak hanya itu, Wahidah juga sering mendapati Engeline tampak tak terurus. "Rambutnya kalau ke sekolah tak terurus. Kan, di Bali harus dikepang, dia berantakan sekali," katanya.

Polisi Larang Unjuk Rasa Dukung Engeline di Ruang Sidang

Beda lagi dengan penuturan Francky A Marinka, bekas pekerja di rumah Margriet. Ia tak hanya sering melihat bocah itu dipaksa kerja, melainkan juga ditelantarkan. Makan sekali sehari sudah baik baginya. Menunya pun itu-itu saja. "Menunya bakwan jagung. Kalau dia kerja bagus, dapatlah dia makan dua kali sehari," katanya.

Padahal, kata Francky, Margriet adalah keluarga berkecukupan. "Isi kulkas ada ayam, daging, dan makanan bergizi lainnya. Tapi itu untuk peliharaannya, anjing dan kucing," katanya.

Pernah satu ketika, didorong rasa lapar luar biasa, Engeline terpaksa memakan makanan yang sedianya diberikan untuk anjing dan kucing. "Dia, kan, makannya tidak diurus oleh Ibu Margriet. Boro-boro disuapin, disuruh makan saja tidak pernah. Mungkin karena lapar, dia makan itu makanan untuk anjing," katanya.

Kedua, Margriet juga kerap melakukan penyiksaan. Seperti yang diungkapkan Yuliet Christien, seorang yang pernah tinggal di rumah Margriet. Yuliet menuturkan, ia dan anaknya pernah tinggal bersama Engeline dan Margriet di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali. Meski tidak lama, banyak cerita memilukan yang akhirnya menjadi sebuah kisah yang selalu terkenang di benaknya hingga kini.

Yuliet menceritakan, semasa hidupnya, Engeline sudah mengalami kekerasan fisik yang luar biasa. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya luka lebam yang tertoreh di tubuh mungilnya.

Engeline memang selalu menutup rahasia penderitaannya itu kepada siapa pun. Tapi di waktu-waktu tertentu, Engeline kerap meluapkan rasa sakit di tubuhnya dengan menjerit kesakitan di dalam kamarnya, dan hanya kamar itu yang menjadi saksi jeritan Engeline. "Ada banyak luka lebam. Tapi dia itu tidak pernah bilang. Saya hanya dengar teriakan (Engeline) saja dari dalam kamarnya," kata Yuliet.

Pengakuan tak kalah miris disampaikan Loraine, tante dari Yuliet, yang juga pernah tinggal bersama Engeline di rumah Margriet. Loraine menuturkan, semasa hidupnya, Engeline bagai seorang anak jalanan yang tak kenal rumah. Tubuhnya kotor, bajunya kumuh, dan dari tubuh mungilnya tak lepas dari aroma tak sedap. "Dia (Engeline) kotor, saya akui itu. Dari jauh (Margriet telepon) tolong cucikan bajunya, saya cucikan. Saya rapikan dia ke sekolah. Saya kepang, saya potong rambutnya," katanya.

Loraine menilai, Margriet telah mengubah karakter periang Engeline menjadi seorang anak pendiam yang selalu dilanda ketakutan dan kecemasan. Loraine juga yang setia mengobati luka di sekujur tubuh Engeline. "Saya torehi luka lebamnya pakai minyak tradisional," katanya.

Penuturan pedih juga disampaikan Francky A Marinka. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bocah itu dijambak, diseret dan dipukuli dengan bambu. "Sudah seringkali," katanya. Hal senada juga disampaikan Rahmat Handono penghuni kos di rumah Margriet sejak tiga tahun lalu. Hampir tiap malam sekira pukul 11.00 WITA, kamar kos Handono yang berdekatan dengan kamar Margriet selalu mendengar bocah kecil itu disiksa.

"Dari dalam kamar kedengaran suara Engeline menangis minta ampun. Tapi, ya, tidak tahu apa yang terjadi, saya dengar suara saja. Engeline bilang 'cCukup Mama, sudah Mama, jangan pukul aku lagi'," ujar Handono.

Ketiga, Margriet melakukan pembunuhan berencana. Bersama bekas pembantunya, Agustinus Tai Andamai, ia membantai bocah mungil itu. Margriet dengan tangan dingin menghabisi Engeline di kamarnya. Sementara Agus bertugas mendalami lubang dan menguburkan jasad bocah kecil itu. Lubang kubur itu telah disiapkan dua minggu sebelum kematian Engeline.

Margriet menyiksa hingga bocah itu meregang nyawa. Untuk memastikan kematian Engeline, Margriet membenturkan kepala bocah mungil itu ke lantai. Ia pun meminta Agus menyalakan sebatang rokok. Bara api itu lantas disundutkan ke tubuh Engeline.

Bersama anak-anaknya, Margriet kemudian mengarang cerita bahwa Engeline hilang diculik orang. Ia melaporkan kehilangan Engeline kepada Polsek Denpasar Timur. Bahkan, ia juga membuat sayembara, barangsiapa yang dapat menemukan Engeline diberi hadiah Rp40 juta. Pencarian besar-besaran dilakukan. Bahkan, Kapolda Bali ikut turun ke jalan bersama LSM Save Childhood Foundation.

Senyum Margriet bersama dua anak kandungnya tampak nyinyir. Tiap kali tampil di televisi, Margriet menangis mengenang anak angkatnya. Padahal, ia sesungguhnya tahu di mana jasad bocah itu dikubur. "Ibu Margriet yang membunuh Engeline. Saya hanya diminta menguburkannya saja," kata Agus sebagaimana dituturkan kuasa hukumnya, Haposan Sihombing.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya