Dikriminalisasi, Guru Hariyanti Akhirnya Divonis Bebas

Hariyanti, seorang guru PAUD Saint Monica Sunter
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id - Pengadilan Negeri Jakarta Utara akhirnya memvonis bebas Hariyanti, seorang guru PAUD Saint Monica Sunter, Rabu, 8 Juli 2015. Guru Hariyanti, atau kerap dipanggil Miss Sari, merupakan tersangka atas kasus tindak kekerasan seksual terhadap anak didiknya pada bulan April 2014.

Hasil sidang memutuskan guru Hariyanti dinyatakan tidak bersalah, atau divonis bebas.

Pasca persidangan, guru Hariyanti mengungkapkan syukur terhadap vonis bebas yang diterima. "Saya bersyukur divonis bebas, saya sampai puasa, itu rabu ini sidang, mulai kamis minggu lalu saya sudah puasa, puji syukur Tuhan tunjukkan jalan yang benar," ujarnya dengan derai air mata.

Kepada Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Chozin Amirullah yang khusus hadir di PN Jakarta Utara, guru Hariyanti mengungkapkan awal mula pelaporan oleh orang tua murid dari siswa L.

"Awalnya, saya dilaporkan oleh ibunya sekitar bulan April 2014. Kita tidak tahu ada seperti itu pada siswa L. Ketika ingin mediasi dengan orangtua, mereka tidak mau diajak mediasi, sudah diberikan ke polisi agar diselesaikan ke ranah hukum, " jelas Hariyanti.

Sebelum proses putusan, guru Hariyanti sudah mendekam di penjara selama lima bulan. "Saya bahagia, Tuhan tunjukan jalan. Kalau tidak saya dapat tuntutan delapan tahun di Pondok Bambu, saya tidak bisa bayangkan," ujarnya dengan suara lirih.

Widya Wardana, selaku Kepala Sekolah Saint Monica Widya Wardana, yang turut menghadiri persidangan, mengaku lega, dan sangat beryukur atas hasil putusan bebas tersebut. Menurut Widya, pihak sekolah sangat menyayangkan atas pelaporan yang dilakukan oleh orang tua L.

"Dari awalnya kami tidak tahu ada kejadian seperti itu, kami justru tahu langsung dari polisi yang datang ke sekolah, jadi saya juga baru tahu di situ dan langsung diproses ke kepolisian," ujarnya.

Widya mengakui pihak sekolah telah berusaha untuk kooperatif dengan pihak orangtua, dengan mengupayakan mediasi dengan orang tua L, tapi pihak sekolah  lebih dulu mengkonfirmasi perihal pelaporan tindak kekerasan seksual.

"Sewaktu polisi menyampaikan pelaporan itu, saya tanyakan siapa anaknya, kemudian diberikan namanya dengan inisial L (3.5) dengan orang tuanya berinisial B, lalu kami konfirmasi perihal pelaporan dari kepolisian kepada orang tua. Namun orang tua tidak menjelaskan hanya menjawab sudah diberikan kepada kepolisian untuk diselesaikan dengan ranah hukum," jelasnya.

Saat diwawancarai, Widya pun menjelaskan kronologi pelaporan kejadian tindak kekerasan seksual yang terjadi. Menurutnya, pelaporan mencantumkan tindak kekerasan itu terjadi pada 29 April 2014. Pada saat itu, terdapat perayaan Hari Kartini dan diikuti oleh siswa L.

"Di sana siswa L ceria dan bahagia karena dia juga mendapat juara ketiga," jelasnya.

Kemudian, kata Widya, terdapat perayaan Paskah setelah hari perayaan Kartini, dan lagi-lagi siswa itu senang tidak ada perubahan perilaku. "Disini lah kami bingung kenapa dinyatakan peristiwa terjadi pada 29 April 2014 dan dilakukan berkali-kali," ujar Widya.

Ke depan, kepala sekolah berjanji akan lebih meningkatkan supervisi oleh kepala sekolah terhadap kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di Saint Monica.

Telepon Pengaduan Terkait Anak Siap 24 Jam

"Kami selalu melakukan supervisi tiap minggu dalam kegiatan belajar mengajar, khusus untuk Kelompok Bermain, kelasnya tiga kali pertemuan selama seminggu yaitu senin, rabu dan jumat," ucapnya.

Supervisi, menurut Widya dilakukan pada salah satu pertemuan tersebut. "Saya biasanya supervisi dalam satu kali pertemuan, bentuknya bisa mengajar atau bernyanyi, ke depan akan kami tingkatkan lagi," kata Widya.

Polres Depok bentuk Tim Srikandi

Depok Catat 147 Kasus Kejahatan pada Wanita dan Anak

Data dari Januari hingga Juli 2016.

img_title
VIVA.co.id
6 Agustus 2016