Kutukan Sungai Bengawan Sore dan Usus Terburai di Keris

Makam Gedong Ageng Jipang
Sumber :
  • VIVA.co,id / Dody Handoko
VIVA.co.id
Kisah Pelukis Arwah Si Manis Jembatan Ancol
- Desa Jipang konon merupakan pusat Kadipaten Jipang-Panolan dengan Aryo Penangsang sebagai Adipatinya. Kadipaten Jipang-Panolan konon membawahi Kabupaten Blora, Rembang, Pati, dan mungkin juga Jepara.

Cerita Bung Karno Jadi Model Patung Bundaran HI
 
Pria Ini Sampaikan Kemerdekaan Indonesia ke Dunia
Aryo Penangsang merupakan putra dari Pangeran Sekar Sedalepen, adik dari Raja Demak yang kedua: Pangeran Pati Unus, dan merupakan anak kedua dari Raden Patah, raja pertama dan pendiri Kerajaan Demak.
 
Pati Unus hanya sebentar menjadi raja di Demak, karena kemudian ia gugur ketika memimpin pasukan yang mencoba mengusir sepasukan bangsa Portugis yang menguasai Malaka. Karena Pangeran Sekar Sedalepen adik kedua dari Pati Unus juga meninggal.
 

Posisi raja di Demak kemudian diambil alih oleh Sultan Trenggono, anak ketiga dari Raden Patah. Bayi dari Pangeran Sekar kemudian ditemukan oleh Sunan Kudus, ia dinamai Aryo Penangsang, karena saat ditemukan ia tersangkut pada tumbuhan di pinggir sungai.

 

Setelah dewasa, Aryo Penangsang menjadi Adipati Jipang dan berebut kekuasaan bekas Kerajaan Demak dengan Raja Pajang Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir yang memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang. Jaka Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya ini merupakan menantu dari Sultan Trenggono.

 

Dalam peperangan ini, banyak peristiwa yang hingga kini melegenda di masyarakat. Pada saat perang itu, untuk pertahanan digalilah semacam parit yang melingkari Jipang lalu dihubungkan dengan Bengawan Solo hingga terbentuk lingkaran sungai melingkari Jipang.

 

Pada sore hari, karena pengaruh gravitasi Bulan, air sungai Bengawan Solo pasang, sehingga sungai yang melingkari Jipang tadi menjadi penuh. Oleh karena itu sungai ini dinamai Bengawan Sore.

 

”Sungai ini juga diberi semacam kutukan bahwa siapa yang menyeberanginya akan celaka. Dan kutukan tersebut akhirnya menjadi bumerang buat Aryo Penangsang sendiri,” ungkap Tarno, juru kunci makam Aryo Penangsang di Desa Balun, Cepu, Jateng.

 

Dikisahkan, Ki Jurumertani, seorang penasihat pasukan Pajang menyuruh prajurit Pajang menunggangi kuda betina di luar sungai Bengawan Sore. Saat itu, Aryo Penangsang sedang menaiki kudanya yang terkenal bernama Gagak Rimang, seekor kuda jantan yang sangat gagah dan berbulu sehitam burung gagak, sedang berada di seberang dalam sungai.

 

Kontan saja, Gagak Rimang langsung berlari menyeberangi sungai Bengawan Sore, karena tertarik dengan kuda betina prajurit pajang dengan Aryo Penangsang masih menungganginya.

 

Akhirnya, terjadilah peperangan sengit antara Aryo Penangsang dengan Sutawijaya, seorang senopati Pajang, yang membawa tombak pusaka Kerajaan Demak, Tombak Kyai Pleret. Sebenarnya, Sutawijaya merupakan keponakan Aryo Penangsang dan saat itu masih muda sekali, sehingga Aryo Penangsang meremehkannya dengan tidak menghunus kerisnya.

 

Dan dengan tombak Kyai Pleret, Sutawijaya dapat merobek perut Aryo Penangsang. Tetapi, dengan kesaktiannya, Aryo Penangsang tidak apa-apa walaupun ususnya terburai keluar. Lalu, usus yang terburai tadi dikalungkannya pada keris di pinggangnya.

 

Dan dengan kesaktiannya, Sutawijaya dapat dikalahkan. Namun, Aryo Penangsang tidak berniat membunuhnya, mengingat Sutawijaya masih keponakannya sendiri. Ki Jurumertani yang berotak cerdik lalu malah memanas-manasi Aryo Penangsang untuk membunuh saja Sutawijaya.

 

Aryo Penangsang akhirnya terprovokasi juga dan mencabut kerisnya yang terkenal dengan nama Keris Setan Kober. Aryo Penangsang lupa bahwa ia masih mengalungkan ususnya di keris tersebut hingga akhirnya ususnya terpotong lalu meninggal.

 

”Sampai sekarang peristiwa Aryo Penangsang yang mengalungkan ususnya di keris masih diabadikan dalam acara temanten tradisional di daerah utara dan timur Jawa Tengah, di mana temanten lelaki mengalungkan rangkaian kembang melati di keris yang terselip di pinggangnya,” katanya.

 

Dan setelah kekalahan itu, tampaknya Jipang tidak lagi menjadi pusat kadipaten dan sekarang Jipang hanya menjadi sebuah desa. Sisa-sisa kraton Kadipaten Jipang sampai saat ini masih begitu menyimpan keangkeran terletak di kompleks makam desa dengan banyak pohon-pohon besar yang begitu lebat yang sudah sangat kuno dan dikelilingi oleh kain mori putih. Terlihat sangat angker walaupun pada siang hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya