Peneliti Belanda: Muktamar NU Unik, Menarik, dan Demokratis

Peringatan Harlah NU
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id - Martin van Bruinnessen, warga negara Belanda pemerhati Indonesia, mengaku hampir tak pernah absen menghadiri Muktamar Nahdlatul Ulama (NU). Dia yang dikenal juga sebagai Indonesianis atau peneliti kebudayaan Indonesia, selalu muncul di forum Muktamar sehingga tidak asing bagi para peserta Muktamar.
NU: Potensi Konflik Tanjungbalai Sudah Lama, Telat Dicegah

Dilansir dari laman resmi NU, Nu.or.id, penulis buku Kitab Kuning, Pesantren dan Madrasah itu mengatakan bahwa ada hal menarik dan unik di NU, terutama saat Muktamar. Katanya, Muktamar NU selalu demokratis dan dinamis.
Kisah Santri Surabaya Melawan Penjajah lewat Lagu

“Ini yang saya suka di Muktamar, meski pun tak jarang dalam sidang maupun rapat terjadi perdebatan, namun orang-orang NU selalu bisa mengatasi kondisi-kondisi sulit itu,” kata Martin pada Rabu, 5 Agustus 2015.
NU: Kemiskinan Mendekatkan pada Organisasi seperti Gafatar

Keunikan NU dan Muktamar itulah yang menyebabkan dia selalu hadir dalam forum itu. Muktamar pertama yang dihadirinya adalah Muktamar di Krapyak, Yogyakarta, tahun 1989. Muktamar berikutnya di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, tahun 1994, lalu Muktamar di Jombang, Jawa Timur, tahun 2015. Katanya, selalu ada perubahan dan perkembangan menarik dari muktamar ke muktamar.

“Saya ikuti Muktamar NU sudah lima kali sejak Muktamar di Krapyak tahun 1989 sampai sekarang di Jombang. Tiap Muktamar selalu ada kebijakan dan hal baru,” ujarnya.

Martin van Bruinessen adalah antropolog, orientalis, dan pengarang Belanda, yang telah menerbitkan sejumlah tulisan berkaitan dengan orang Kurdi, Turki, Indonesia, Iran, Zaza, dan Islam.

Martin sebenarnya mencurahkan penelitian tentang orang Kurdi di Kurdistan (wilayah yang terbentang mulai dari Turki, Irak, hingga Iran), sejak tahun 1966. Orang Kurdi adalah kisah tentang bangsa yang terpinggirkan. Tetapi, karena meneliti orang Kurdi itulah ia dicekal di tiga negara itu. Namun dia masih bisa bebas keluar-masuk Turki, walau dalam jangka yang tidak lama. Martin sebenarnya juga bekerja di proyek pengembangan desa di Afganistan, tetapi gagal karena invasi Uni Soviet pada tahun 1982.

Pada tahun 1981, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) memberinya beasiswa sebagai peneliti muda tentang Islam di Indonesia. Martin juga sempat menjadi dosen tamu untuk mengajar sosiologi agama di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan konsultan metode penelitian di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Martin mengajar bahasa Kurdi dan Turki di Universitas Utrecht sejak tahun 1994. Dia juga menulis dan meneliti beberapa masalah mengenai penyebaran Islam di Indonesia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya