Selain Telepon Sofyan Djalil, Dirut Pelindo Juga SMS Luhut

Polisi geledah kantor Pelindo II.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agus Rahmat

VIVA.co.id - Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost Lino, meluapkan kekecewaanya karena penggeledahan yang dilakukan polisi di kantornya Gedung IPC, kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat, 28 Agustus 2015.

Menguak Persoalan Utama Logistik Nasional

Lino mengaku tidak tahu dengan penggeledahan itu. Saat dirinya tiba, sudah banyak petugas yang melakukan penggeledahan. Meski begitu dia tidak mempersoalkan. Saat Kabareskrim Mabes Komjen (Pol) Budi Waseso datang, Lino sempat mendampingi hingga turun dan beranjak dari kendaraannya.

Saat dicecar media, Lino sempat dihubungi oleh Menteri Pembangunan Nasional/Kepala Bapennas, Sofyan Djalil. Mantan Menko Ekonomi ini sempat menanyakan ke Lino apa yang terjadi. Lino sempat mengungkapkan kekecewaannya kepada Sofyan. Seharusnya polisi menginformasikan penggeledahan.

Bongkar Muat di Tanjung Priok Dijanjikan Dua Hari

Bahkan, saat penggeledahan berlangsung, Lino mengaku menghubungi Menkopolhukam Luhut Panjaitan, tapi sedang rapat. Hingga akhirnya dia mengirimkan pesan singkat kepada Luhut.

"Jadi saya terus terang sms Pak Luhut, beliau lagi rapat. Dan saya protes besar, kalau begini caranya saya berhenti. Kalau caranya kayak gini, saya berhenti deh," kata Lino menceritakan apa yang dia sampaikan kepada Sofyan Djalil dan Luhut.

Tak hanya itu, Lino meminta masalah ini segera di klarifikasi. Termasuk, dia meminta atensi khusus kepada Menteri Sofyan, agar Presiden Joko Widodo turun tangan.

Kontainer Nginap Lebih 2 Hari Akan Didenda Rp5 Juta/Hari

"Bapak beri tahu Presiden deh, kalau caranya begini saya berhenti deh," katanya.

"Pak Sofyan tolong kasih tahu Presiden kalau nggak diclear kan hari ini saya berhenti besok. Negeri ini nggak bisa seperti ini," ujar Lino kesal.

Dia mengaku aneh, dengan sangkaan dari pihak kepolisian. Sebab, disangkakan dengan tuduhan pencucian uang dan korupsi. Yakni, terkait pengadaan mobile crane dengan anggaran Rp45,6 miliar, yang menurut Kepolisian tidak sesuai peruntukannya. Ada sepuluh unit yang tidak digunakan, sejak 2013 lalu.

Sebelumnya, Dirtipideksus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Victor Simanjuntak mengatakan, kasus ini adalah terkait pengadaan 10 unit mobile crane dan WWC. Dalam pengadaannya, diduga ada unsur pencucian uang dan mengarah ke korupsi.

"Sepuluh mobile crane sejak 2013 pengadaan itu sampai sekarang belum digunakan," kata Victor.

Dia mengatakan, setelah diteliti ternyata mobile crane itu tidak dibutuhkan. Sehingga, lanjutnya, sejak perencanaan tidak benar dan tidak memberikan keuntungan dan kelancaran dalam bongkar muat di pelabuhan.

"Nilainya kira-kira khusus mobile crane Rp45 miliar, 650 juta," katanya.

Sementara alat itu, adalah kerja sama dengan salah satu perusahaan di China. Pengadaan itu harusnya dilakukan di delapan pelabuhan. Tapi, ada beberapa yang tidak digunakan dan mangkrak di Tanjung Priok.

Delapan pelabuhan itu adalah pelabuhan Bengkulu, Teluk Bayur, Palembang, Banten, Pontianak, Panjang, Jambi, dan Cirebon. Namun, belum ada pihak-pihak yang bisa diseret sebagai tersangka.

"Nanti pejabat terlibat setelah kita teliti dokumen, saksi-saksi nanti kita akan tentukan siapa yang terlibat."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya