Cegah Bolak-balik Pemberkasan, MK Uji UU Pengadilan HAM

Korban Kekerasan 1965 Unjuk Rasa di Komnas HAM
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
Kejagung Janji Usut Pelanggaran HAM di Masa Lalu
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan keterbatasan wewenang penyelidik Komnas HAM dalam menangani kasus pelanggaran HAM masa lalu dianggap menghambat pemberkasan kasus tersebut. Jurus baru diperlukan untuk mensinergikan Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung.

Lima Provinsi Ini Paling Banyak Laporan Pelanggaran HAM

Hal itu menjadi salah satu persoalan yang disampaikan dalam uji materi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Keluarga korban 1998, yakni Paian Siahaan dan Ruyati Darwin sebagai pemohon gugatan tersebut. Pemohon menganggap Kejaksaan Agung tidak serius menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Kontroversi Wiranto Jadi Menteri

 

“Misalnya pemanggilan paksa harus mendapatkan izin pengadilan negeri. Tapi pengadilan negeri atas dasar tidak ada aturan untuk memberikan izin pada Komnas HAM, walaupun di UU Pengadilan HAM ada, ya, tidak bisa, tidak dikeluarkan,” ujar Siti di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 8 September 2015.


Anggota Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan kerja Komnas HAM memang bergantung pada institusi lain. Misalnya saja saat Komnas HAM memanggil Kivlan Zen. Kami, kata Laila, perlu mengajukan izin ke pengadilan negeri yang kala itu tidak dikabulkan. Itu menunjukkan Komnas HAM tak bisa bekerja sendiri dengan kewenangan yang dibatasi undang-undang.


Terkait hal itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo membenarkan adanya tindakan penyelidik yang memang terbatas. Namun, dalam konteks penegakan HAM, Suhartoyo berpandangan, Kejaksaan Agung yang memiliki kewenangan lebih besar.


“Apa kemampuan penyelidik? Apa dia bisa melakukan upaya paksa?” ujar Suhartoyo dalam sidang uji materi UU Pengadilan HAM, di Gedung MK, Jakarta.


Suhartoyo sependapat bila penuntasan kasus HAM memang memerlukan formulasi baru antar dua lembaga tersebut. Sebab, dalam upaya penyelidik memang tidak bisa dipisahkan dari penyidik.


Untuk diketahui, para pemohon menggugat pasal 20 ayat (3) undang-undang pengadilan HAM yang mengatur soal kelengkapan pemberkasan perkara ditetapkan dalam waktu 30 hari sejak diterimanya hasil penyelidikan.


Atas petunjuk penyidik, penyelidik wajib melengkapi kekurangan pemberkasan tersebut. Persoalan yang digugat dalam pasal itu terfokus pada frasa kurang lengkap yang mengakibatkan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM selalu mengalami bolak-balik berkas antara Komnas HAM dengan Kejaksaan.


Laporan: Lilis Khalisatussurur






Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya