Polri Dituding Membangkang dalam Perkara Bambang Widjojanto

Nursyahbani Tim Kuasa Hukum Bambang Widjadjanto
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Polri dituding membangkang dalam penanganan perkara Bambang Widjojanto, Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Soalnya, Polri dianggap mengabaikan rekomendasi lembaga Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Menurut tim kuasa hukum Bambang Widjojanto, pengabaian rekomendasi dua lembaga negara dan satu organisasi itu menunjukkan Polri seolah sangat berkuasa dan tak dapat dikoreksi sehingga berpotensi sewenang-wenang. Sikap Polri buruk bagi masa depan demokrasi di Indonesia.

Koordinator Tim Kuasa Hukum, Nursyahbani Katjasungkana, mengingatkan rekomendasi Ombudsman yang menyatakan terjadi maladministrasi atau kekeliruan prosedur hukum dalam proses penanganan perkara Widjojanto.

Dua Jaksa yang Ditangkap KPK Bakal Dicopot?
Ombudsman merekomendasikan Polri memeriksa dua pejabatnya, yakni Daniel Bolly Tifaona (penyidik) dan Victor E. Simanjuntak (saat itu menjabat Direktur Tidak Pidana Ekonomi Khusus). Mereka disebut bertanggung jawab atas maladministrasi itu. Namun rekomendasi itu tak pernah dijalankan.

Ruangan Bupati dan BPMP Subang Digeledah KPK
Komnas HAM, Nursyahbani menjelaskan, pernah menyampaikan temuannya tentang proses penanganan perkara Widjojanto. Ditengarai ada penyalahgunaan kewenangan Bareskrim Polri serta penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam penangkapan Widjojanto.

KPK Benarkan Tangkap Tangan Jaksa
"Itu melanggar due process of law (asas legalitas),” kata Nursyahbani dalam konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Kamis, 19 September 2015.

Terakhir adalah rekomendasi Peradi. Menurut Peradi, tindakan Polri bertentangan dengan hasil kesepakatan kerja sama (moU) kedua lembaga itu. 

Dalam MoU itu diatur, jika advokat dalam naungan Peradi mengalami permasalahan hukum, Polri akan menyampaikan lebih dahulu melalui pimpinan pusat Peradi.

Sangkaan terhadap Widjojanto tentang mengarahkan kesaksian palsu, sesuai MoU itu, seharusnya diberitahukan lebih dahulu kepada Peradi. Namun  hal itu tidak dilakukan. Saat itu, Widjojanto adalah pengacara anggota Peradi.

"Peradi mengungkapkan bahwa kasus Bambang Widjojanto adalah kasus pertama, di mana Polri tidak mematuhi MoU tersebut," kata Nursyahbani.

Nursyahbani menjelaskan, sejak awal penanganan perkara, Bareskrim telah diminta transparan. Bahkan, saat itu Tim Kuasa Hukum meminta secara resmi digelar forum Gelar Perkara Khusus sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2012.

"Namun Bareskrim tidak pernah berani untuk membuka forum Gelar Perkara Khusus tersebut sampai sekarang," katanya. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya