Polisi Tersangkut Kasus Salim Kancil Tak Tahu Tambang Ilegal

Balai Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, tempat penganiayaan Salim alias Kancil pada Rabu, 30 September 2015.
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka
VIVA.co.id - Tiga perwira polisi yang tersangkut kasus penganiayaan petani sekaligus aktivis penolak tambang pasir ilegal di Lumajang, Jawa Timur, kembali menjalani sidang disiplin di Markas Polda Jawa Timur di Surabaya, Kamis, 15 Oktober 2015.
Kisah Tangisan Anak TK Iringi Penyiksaan Salim Kancil

Mereka adalah Ajun Komisaris Polisi Sudarminto (mantan Kepala Polsek Pasirian), Ajun Inspektur Polisi Dua Sigit Purnomo (anggota Badan Pembinaan Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Polsek Pasirian), dan Inspektur Polisi Dua Syamsul Hadi (Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Pasirian).
Kades Pembunuh Salim Kancil Rutin Suap Muspika

yang menjadi salah satu tersangka penganiayaan hingga menewaskan Salim alias Kancil dan melukai Tosan, rekannya. Namun uang itu bukan semacam jatah bulanan untuk menjaga tambang pasir, melainkan uang insidental yang sekali waktu saja.
Hakim: Salim Kancil Terbunuh Karena Pembiaran Aparat

Ketiga polisi itu juga mengaku tak mengetahui bahwa tambang pasir yang lokasinya berada di wilayah kekuasaan Kepala Desa Hariyono adalah ilegal.

Soalnya, Kepala Desa Hariyono hanya bilang bahwa penambangan pasir untuk mendukung kegiatan Pemerintah Kabupaten Lumajang dan menjadikan lokasi itu sebagai kawasan wisata.

"Kades Hariyono bilang ada danau yang perlu didalamkan yang untuk wisata," kata Sudarminto dalam sidang kode etik yang dipimpin Ajun Komisaris Polisi AH Nugroho itu.

Aipda Sigit Purnomo dan Ipda Syamsul Hadi juga ditanyakan kembali oleh tim penuntut. Mereka membantah menerima jatah bulanan sebesar Rp1 juta dan Rp500 ribu, seperti dituduhkan Kepala Desa Hariyono. (ase)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya