Anulir Status Tersangka PT BMH, Polri Melawan UU Perkebunan
- ANTARA FOTO
VIVA.co.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yakin, pemerintah tidak melakukan pencegahan terhadap kebakaran hutan dalam bentuk penegakan hukum.
Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Pius Ginting mengatakan, sejak 2014, pemerintah sudah melakukan audit terhadap perusahaan pengelola hutan dan lahan. Hasilnya, hampir semua perusahaan tidak memiliki kesiapan bila terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Mayoritas 90 persen perusahaan tidak siap. Harusnya izin atau operasi perusahaan bisa dihentikan sementara. Tapi tidak dilakukan pemerintah. Waktu itu masih periode Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sehingga kalau memang saat ini memang didorong ada panitia khusus DPR, salah satunya evaluasi izin lahan gambut," ujar Pius di Jakarta, Kamis, 22 Oktober 2015.
Ia menjelaskan evaluasi izin lahan gambut perlu diprioritaskan. Sebab dalam Undang-Undang Tata Ruang, lahan gambut seharusnya diprioritaskan untuk kelestarian lingkungan. Lalu masih dalam UU yang sama, lahan gambut juga seharusnya digunakan secara terbatas. Tapi nyatanya sekarang lahan gambut banyak diberikan untuk perkebunan sawit.
Pius menuturkan persoalannya tahun ini pemerintah menjanjikan masyarakat bahwa akan ada perbaikan pada tahun depan soal penegakan hukum. Bila tahun depan ada pengusaha yang lahannya masih terbakar, maka izin operasinya akan dicabut.
Menurutnya, pemerintah seharusnya sudah bisa melakukan penegakan hukum terkait izin bagi koorporasi yang lahannya terbakar tahun ini. Karena, sebenarnya audit izin sudah dilakukan sejak 2014. Sehingga seharusnya tahun ini sudah tidak ada kompromi lagi bagi perusahaan yang lahannya terbakar.
Apalagi dalam nawacita tercantum komitmen pemerintah akan melakukan penegakan lingkungan hidup tanpa takut investasi 'lari'. Ia juga menyayangkan Kepolisian yang menganulir penindakan hukum terhadap salah satu perusahaan di Sumatera Selatan dengan alasan tanaman sawitnya sudah tua. Sehingga kalau dilakukan penegakan hukum bisa merugikan perusahaan.
Ia menilai, keputusan Polri itu bertentangan dengan UU Perkebunan. Dalam UU Perkebunan diatur bahwa perusahaan pengelola lahan wajib memiliki sarana sebelum terjadinya kebakaran dan kebakaran menjadi tanggung jawab mutlak perusahaan.
Sehingga atas sejumlah UU yang ia sebutkan tadi, seharusnya tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan penegakan hukum bagi perusahaan-perusahaan besar. Apalagi PT BMH yang merupakan anak perusahaan Sinarmas Group, sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Polri anulir PT Bumi Mekar Hijau
Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Yazid Fanani membantah bahwa PT Bumi Mekar Hijau (BMH) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembakaran hutan di wilayah Sumatera Selatan.
"PT BMH belum (tersangka), karena yang kebakaran itu pohon yang mau panen," ujar Yazid di Mabes Polri.
Ia menjelaskan, bahwa dalam mengusut kasus kebakaran hutan tidak mudah, karena membutuhkan barang bukti yang lengkap dalam menetapkan peruhaan tersebut. Bahkan, membutuhkan keterangan dari para ahli dalam menetapkan perusahaan itu jadi tersangka.
"Ini masih pendalaman kita, ya mungkin saksi ahli mengatakan itu layak (jadi tersangka), nanti kita tingkatkan," katanya.
Sebelumnya, Yazid mengatakan, polisi telah menetapkan PT BMH yang merupakan anak perusahaan Sinarmas Group sebagai tersangka kasus pembakaran hutan pada 15 September 2015.
(mus)