KPK Sebut Kemungkinan Tersangka Lain Kasus Suap DPRD Sumut

Ketua DPRD Sumut Ajib Shah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
VlVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut bahwa tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus suap Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, kepada sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Suap itu berkaitan dengan pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah serta pembatalan hak interpelasi.

KPK telah menetapkan lima orang yang berasal dari pihak DPRD sebagai tersangka karena menerima suap dari Gatot Pujo Nugroho.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, menyatakan masih terbuka peluang bagi KPK untuk kembali menetapkan tersangka dari pihak DPRD Sumut. "Kemungkinan selalu ada," kata Yuyuk melalui pesan singkatnya pada Selasa, 15 Desember 2015.

Menurut Yuyuk, penyidik masih melakukan proses penyidikan terkait perkara itu, termasuk di antaranya memeriksa sejumlah saksi yang dilakukan di Jakarta maupun di Medan. "Ini pemeriksaan, kan, masih terus berlangsung, baik di Jakarta maupun Medan, untuk kasus ini," katanya.

Tersangka Bansos Sumut Siap Buka-bukaan di Pengadilan
Dia mengungkapkan, penyidik telah meminta keterangan sebelas orang di Markas Komando Brimob Polda Sumatera Utara pada 14 Desember 2015. Yuyuk menyebut mereka diminta keterangannya untuk melengkapi berkas perkara Gatot.

KPK Buka Paksa Rumah Pimpinan DPRD Sumut
Para saksi yang diperiksa itu berasal dari berbagai kalangan, termasuk anggota DPRD, wiraswasta hingga sekretaris pribadi Gatot Pujo.

Soal Bansos, Gatot Pujo Tak Lakukan Klarifikasi
Pelaku lain

KPK diketahui tengah menelisik keterlibatan sejumlah pihak lain yang diduga sebagai penerima suap dari Gatot.

Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK, lndriyanto Seno Adji, mengakui bahwa penyidik memang tengah mendalami pihak-pihak lain yang diduga terlibat. "Kami masih pendalaman dan memang pemeriksaan sebaiknya mengarah ke sana untuk mengungkapkan adanya kemungkinan dugaan pelaku lainnya yang harus turut bertanggung jawab secara pidana," kata lndriyanto melalui pesan singkat, Senin, 9 November 2015.

lndriyanto memastikan KPK memeriksa sejumlah pihak yang dianggap terlibat. KPK bisa saja memanggil pihak DPRD maupun pihak SKPD Pemprov Sumut untuk dimintai keterangan. "Kami pastikan akan memeriksa siapa pun yang terkait suap interpelasi," ujarnya.

Lima tersangka

Penyidik KPK telah menetapkan tersangka kepada Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Saleh Bangun; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Chaidir Ritonga; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Sigit Pramono Asri; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Kamaluddin Harahap, serta Ketua DPRD Sumut Periode 2014-2019, Ajib Shah. Mereka disangka sebagai penerima suap dari Gatot Pujo Nugroho.

KPK menyangka Ajib turut menerima suap bersama dengan Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Saleh Bangun, dan Wakil Ketua DPRD Sumur periode 2009-2014, Chaidir Ritonga.

Mereka disangka menerima suap terkait beberapa hal, yakni terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, terkait persetujuan perubahan APBD tahun 2013, terkait pengesahan APBD tahun 2014, terkait pengesahan APBD tahun 2015, terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban anggaran tahun 2014 serta terkait penolakan penggunaan hak interpelasi oleh anggota DPRD tahun 2015.

Sementara Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Kamaludin Harahap, dan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Sigit Pramono Asri, disangka telah menerima janji atau hadiah dari Gatot terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, persetujuan perubahan APBD tahun 2013, pengesahan APBD tahun 2014, serta pengesahan APBD tahun 2015.

Kelimanya dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sebagai pihak pemberi suap, Gatot disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya