Kejagung Panggil Eks Petinggi Gafatar, Ini Alasannya

Sumber :
  • VIVA.co.id/Aceng Mukaram

VIVA.co.id – Setara Institute mengkritik langkah Kejaksaan Agung yang memeriksa mantan Ketua Umum Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Mahful M Tumanurung. Pemanggilan itu dinilai keliru karena keyakinan bukan kewenangan hukum.

Makar dan Nista Gafatar

Terkait kritik itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa pemeriksaan tersebut untuk memastikan sejauh mana kebenaran ajaran Gafatar yang banyak diperdebatkan oleh khalayak.

"Yang bilang keliru itu siapa. Bukan pemeriksaan, tapi kami kan melihat sejauh mana ajaran-ajarannya itu. Kami harus ngomong langsung dengan orang-orangnya dong," kata Prasetyo di kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin 1 Februari 2016

INFOGRAFIK: Telatah Gafatar

Prasetyo menegaskan Kejaksaan Agung tidak ingin langsung menjustifikasi tanpa klarifkasi secara langsung terlebih dahulu.

"Kok keliru bagaimana? Masa begitu keliru. Kalau kita Kejaksaan langsung main ketok palu menjustifikasi mereka itu, baru keliru," kata mantan Politisi Nasdem tersebut.

Suami Istri Perekrut Anggota Gafatar Divonis Bersalah

Prasetyo menyayangkan berbagai pihak yang justru menyudutkan langkah Kejaksaan Agung tersebut. Padahal, kata dia, seharusnya klarifikasi yang dilakukan Kejaksaan Agung patut dihargai.

"Ini kan kita harus berbicara dulu. Harus dihargai justru sebenarnya. Logikanya dimana mengatakan itu keliru," katanya.

Sebelumnya Setara Institute mengkritik langkah Kejaksaan Agung yang memeriksa mantan Ketua Umum Gafatar Mahful M Tumanurung. Alasannya, pemeriksaan itu dinilai keliru karena keyakinan bukan domain hukum, keyakinan juga tidak bisa diadili dan negara tidak memiliki kewenangan.

Karenanya, pemerintah khususnya Polri dan Kementerian Dalam Negeri sebaiknya fokus pada perlindungan warga negara. Sebab, apapun keyakinannya, mereka adalah warga negara yang mempunyai hak sama.

Menurut Setara, Kejagung seharusnya belajar dari kriminalisasi yang dilakukan oleh negara atas keyakinan warga negara. Kasus Lia Eden misalnya, berapa kali pun dia dipenjara, kalau bukan atas kemauan sendiri maka tidak akan berubah keyakinannya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya