Warga Batang Tolak PLTU, Mengadu ke Ibunda Presiden Jokowi

Konferensi pers gugatan PLTU Batang, Rabu 7 Oktober 2015.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.

VIVA.co.id – Tujuh orang perwakilan masyarakat Kota Batang, yang tergabung dalam Paguyuban UKPWR, menemui mantan Ketua PP Muhammadiyah, Achmad Syafii Maarif di Yogyakarta. Mereka menyampaikan sudah empat tahun ini berjuang menolak rencana PLTU Batang.

Capai Financial Close, Pengerjaan PLTU Batang Mulai Dikebut

Perjalanan yang disebut perjalanan ‘Warga Mengadu’ selain mengunjungi Buya Syafii Maarif di Yogyakarta, mereka juga akan ke Rembang untuk bertemu dengan Gus Mus. Pada akhirnya, perwakilan itu akan ke Solo berencana menemui ibunda Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Arif Fiyanto yang merupakan pemimpin Tim Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia yang mendampingi 7 warga dari Batang, Jawa Tengah mengatakan sejak 2011, warga Batang telah berjuang mempertahankan lingkungan dan kehidupan mereka dari dampak pembangunan PLTU itu.

Walhi Ingatkan Dampak Berbahaya PLTU Batang

Sebelumnya, warga Batang juga telah melakukan puluhan aksi di Jakarta dan Batang termasuk melakukan audiensi ke sejumlah kementerian terkait, hingga berangkat ke Jepang untuk bertemu investor. Terakhir, warga melakukan aksi di depan Istana Negara pada Oktober 2015 lalu dan berharap menemui Presiden Joko Widodo secara langsung. Namun upaya ini berakhir dengan pembubaran aksi dan penahanan 43 orang aktivis dan warga yang mengikuti aksi. Sejumlah warga juga mengaku kerap mendapatkan intimidasi, tindakan represif hingga kriminalisasi.

"Semua upaya di atas belum juga membuahkan hasil bahkan Presiden Joko Widodo diminta oleh pemrakarsa proyek untuk ‘meresmikan’ pembangunan PLTU Batang pada Agustus tahun lalu kendati pembebasan lahan belum tuntas,"kata Arif Fiyanto di DI Yogyakarta, Kamis 4 Februari 2016.

Proyek PLTU Batang Dituding Caplok 12,5 Hektar Tanah Warga

Area yang diusulkan untuk pembangkit listrik tenaga batubara itu jelas Arif terletak di atas sawah yang subur dengan laut sebagai sumber lahan perikanan yang sangat produktif bagi petani dan nelayan di daerah sekitar.

"Masyarakat khawatir bahwa mata pencaharian mereka akan hancur jika PLTU tetap dibangun,"jelasnya.

Saat ini warga mencoba mencari alternatif menolak PLTU Batang dengan melakukan perjalanan ‘Warga Mengadu’ dan bertemu tiga figur itu untuk mendapatkan dukungan.
 
“Perusahaan terkait harus menghentikan intimidasi dan represi terhadap masyarakat lokal. Pemerintah harus mendengarkan suara rakyat dan memastikan hak-hak azasi mereka dilindungi," kata dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya