Periksa Staf Ahok, KPK Usut Pertemuan Pemprov dan Pengembang

Sunny Tanuwidjaja menjalani pemeriksaan di KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelisik pertemuan yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Provinsi DKl Jakarta dengan perusahaan pengembang reklamasi.

Pembeli Kavling Pulau Reklamasi Dipanggil Polisi, Ada Apa?

Hal tersebut akan digali melalui keterangan Sunny Tanuwidjaja, staf khusus Gubernur DKl Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang menjalani pemeriksaan penyidik pada hari ini, Rabu 18 Mei 2016. Sunny diduga menjadi pihak yang mengatur pertemuan antara pihak eksekutif dan pengembang.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, menyebut pemeriksaan Sunny juga akan mengonfirmasi dugaan adanya pertemuan tersebut.

HGB Pulau D Terbit, DPR: Tata Ruang DKI Didikte Pengembang

Pembahasan antara kedua belah pihak tersebut diduga membahas sejumlah hal. Termasuk mengenai penetapan kontribusi tambahan hingga izin reklamasi.

"(Sunny) masih melanjutkan pemeriksaan sebelumnya, tentang keterlibatan dalam mengatur pertemuan yang membicarakan tentang kontribusi pengembang dan juga izin reklamasi," kata Yuyuk.

DKI Kelola 45 Persen Lahan di Pulau C dan D

Sunny terlihat sudah memenuhi panggilan KPK sejak pukul 10.00 WIB. Saat dikonfirmasi mengenai adanya pertemuan-pertemuan antara pihak Pemprov dan pengembang, Sunny enggan berkomentar. "Nanti saja setelah saya di-BAP," kata Sunny.

Diberitakan sebelumnya, KPK menduga telah terjadi barter dana kontribusi tambahan antara Pemprov DKl Jakarta dengan perusahaan pengembang reklamasi Teluk Jakarta.

Perusahaan pengembang reklamasi diduga diminta untuk membayar kontribusi tambahan di muka. Salah satunya adalah dengan membiayai proyek-proyek pemerintah. Biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut nantinya akan dikonversi ke dalam tambahan kontribusi 15 persen yang harus dibayarkan.

Ketua KPK, Agus Rahardjo, menyebut bahwa pihaknya tengah menyelidiki dugaan tersebut. Menurut Agus, salah satu yang tengah ditelisik oleh pihaknya adalah mengenai payung hukum dalam barter tersebut.

Lantaran saat ini Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang memuat mengenai tambahan kontribusi 15 persen itu belum disahkan karena pembahasannya mandek.

"Jadi kita sedang menelusuri dasar hukumnya barter apa, ada enggak payung hukumnya. Jadi proses yang sedang berjalanlah, dari situ nanti kita melangkah," ujar Agus.

Diketahui, Gubernur DKl Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengakui adanya perjanjian dengan empat pengembang reklamasi yakni PT Muara Wisesa, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah dan PT Jaladri Kartika Pakci. Perjanjiannya adalah perusahaan tersebut akan membantu Pemprov DKI dalam mengendalikan banjir di kawasan utara Jakarta.

Ahok tidak menampik bahwa perjanjian itu terkait dengan kepentingan para pengembang yang ingin mendapatkan izin pelaksanaan. "Kalau Anda mau menyambung (melanjutkan izin), aku minta (kewajiban) tambahan," ujar Ahok di Balai Kota, Jumat, 13 Mei 2016.

Dasar untuk menarik kontribusi tambahan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian, mengingat Raperda yang memuat kontribusi tambahan masih belum disahkan.

Ahok telah membenarkan adanya perjanjian tersebut. Dia berdalih bahwa kesepakatan itu dibuat dengan berlandaskan pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.

Ahok juga membenarkan bahwa PT Agung Podomoro Land, Tbk (APL) telah menyerahkan dana tambahan kontribusi yang nilainya lebih dari Rp200 miliar. Tambahan kontribusi itu berupa pembangunan jalan inspeksi di beberapa bantaran kali, pembangunan rumah susun, dan beberapa rumah pompa.

Ahok menyebut APL saat ini masih berutang lebih dari Rp100 miliar ke Pemerintah Provinsi DKI.

Menurut Ahok, utangnya berupa tambahan kontribusi yang harus diberikan perusahaan raksasa properti itu, atas izin pelaksanaan reklamasi yang diberikan DKI kepada anak perusahaannya, PT Muara Wisesa Samudera (MWS) untuk mereklamasi Pulau G.

Dan, tambahan kontribusi itu diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2014. Sementara, dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mengiringi diberikannya izin, nilai kontrak tambahan kontribusi APL lebih dari Rp300 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya