Enam Masalah Pelayanan KTP Elektronik di Indonesia

- U-Report
VIVA.co.id – Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ahmad Suaedy membeberkan sejumlah masalah hasil kajian mereka atas pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik di 34 provinsi se-Indonesia.
Pertama, faktor sarana dan prasana. Misalnya, kondisi alat perekaman yang mayoritas sudah tua. Sebab, alat perekaman yang ada sudah digunakan sejak tahun 2011.
"Jadi sepertiga alat perekaman pencetakan KTP elektronik yang ada di daerah rusak, bahkan tidak bisa digunakan lagi," ujar Suadey di kantor ORI, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin, 7 November 2016.
Kedua, ketersediaan dan kualitas blangko KTP elektronik. Banyak penduduk yang tidak bisa memperoleh KTP elektronik dan hanya digantikan dengan surat keterangan di kertas biasa yang dikeluhkan mudah rusak, sobek, bahkan hilang.
Ketersediaan blangko di daerah dari Kementerian Dalam Negeri pun terbatas. Alasannya, kuota daerah untuk mendapatkan blangko bukan berdasarkan pada kebutuhan tapi perhitungan kalkukasi dari Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, dengan melihat alat, antrian, perekaman yang sudah dilakukan.
"Itu semua dikomparasikan dengan data yang sudah siap cetak di daerah yang mengajukan permintaan blangko. Padahal permintaan blangko dari daerah berdasarkan jumlah penduduk yang sudah melakukan perekaman," kata Suaedy.