Terancam PHK, Ribuan Pekerja Freeport Minta Izin Ekspor

Aksi unjuk rasa para pekerja PT Freeport Indonesia, Jumat (17/2/2017). Seluruh pekerja kini terancam PHK akibat larangan ekspor konsentrat.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Banjir Ambarita

VIVA.co.id – Ribuan karyawan perusahaan tambang PT Freeport Indonesia menggelar aksi unjuk rasa terkait Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan perusahaan sebagai dampak dari belum terbitnya izin ekspor oleh pemerintah Indonesia.

Selesaikan Persoalan Papua, Jusuf Kalla Beri Saran Begini ke Prabowo-Gibran

"Negosiasi antara pemerintah dan Freeport harus dengan cara yang elegan dan bermartabat. Namun kami karyawan jangan dikorbankan," kata koordinator unjuk rasa Virgo Solosa di Kantor Bupati Mimika Papua, Jumat, 17 Februar 2107.

Menurut Virgo, selama beberapa waktu ini akibat belum terbitnya izin ekspor itu, PT Freeport Indonesia telah melakukan PHK terhadap lebih dari 360 karyawan. Aksi itu, bahkan diyakini akan tetap berlangsung terus selama pemerintah tak kunjung menerbitkan izin.

Pengawasan Pilkada 2024 di Kabupaten Puncak Papua Terancam Tak Maksimal

"(Karena itu) Seluruh karyawan PT.FI sepakat untuk mendesak pemerintah segera menerbitkan surat ijin ekspor," katanya.

Virgo menyebutkan, buntut dari belum terbitnya izin ekspor itu, Freeport kini tak bisa lagi mengekspor konsentratnya dan juga tidak bisa mengirim ke smelter Gresik di Jawa Timur.

Amnesty International Sebut Pelanggaran HAM di RI Semakin Buruk, Aparat Paling Banyak Terlibat

"Dahulu pemerintah pusat telah membuat pelanggaran HAM di tanah Papua. Sekarang kalian akan membuat kekacauan dengan membuat kami kembali pengangguran," kata Virgo.

Minta Kontrak Karya Diaktifkan

Sementara itu, Bupati Mimika Eltinus Omaleng yang menyambut para pengunjuk rasa mengaku akan mengupayak negosiasi dengan pemerintah terkait ancaman PHK tersebut.

Ia pun mengklaim akan mendorong pemerintah untuk mengaktifkan kembali kontrak karya ke PT Freeport Indonesia. "Kita semua juga jadi korban atas apa yang sedang terjadi, sehingga dengan adanya demo ini maka saya memiliki dasar untuk berperang memperjuangkan aspirasi karyawan PT FI," katanya.

Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw juga berharap agar masalah yang menimpa para pekerja tersebut dapat segera diselesaikan. "Saya sudah laporkan masalah ini kepada Kapolri dan pemerintah pusat akan menyelesaikan masalah ini," katanya.

Untuk diketahui, PT Freeport Indonesia tidak lagi melakukan ekspor konsentrat tembaga, emas dan perak sejak 12 Januari 2017. Ini disebabkan oleh pemerintah tidak lagi mengizinkan perusahaan tambang melakukannya.

Pemerintah meminta Freeport mengganti rezim kontrak karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dengan mengubah kontrak karya ke IUPK sebagaimana amanat Undang-Undang No.4/2009 tentang Mineral dan Batubara.

PT Freeport dan perusahaan-perusahaan pertambangan lain di Indonesia wajib membangun industri pemurnian di dalam negeri, mengikuti aturan pajak terbaru terkait ekspor konsentrat dan mengubah luasan wilayahnya hingga maksimal 25 ribu hektare.

Buntut dari kebijakan itu, sejak 10 Februari operasional tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia sementara berhenti beroperasi, karena PT Freeport hanya bisa memasok 40 persen produksi konsentratnya ke pabrik pengolahan di PT Smelting Gresik, Jawa Timur.

Setelah penerapan kebijakan itu, PT Freeport dan perusahaan kontraktor serta perusahaan privatisasinya mulai merumahkan sebagian karyawan. Total karyawan yang kini telah dirumahkan mencapai 300 orang, utamanya pekerja asing dan karyawan yang memasuki usia pensiun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya