- VIVA.co.id/Aji YK Putra
VIVA.co.id – Kasus penembakan oleh polisi terhadap sebuah mobil yang berisi satu keluarga di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, menimbulkan pertanyaan soal aturan bagi polisi untuk menggunakan senjata api.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto menjelaskan, penggunaan senjata api oleh anggota polisi diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 tahun 2009.
Dalam Perkap itu, kata Rikwanto, ada tiga kondisi polisi diizinkan menggunakan senjata api. Kondisi pertama, yaitu apabila tindakan pelaku kejahatan dapat menimbulkan kematian terhadap Polri, atau masyarakat.
Kondisi kedua, pada saat anggota polisi tak punya alternatif lain untuk bisa menghentikan perilaku kajahatan. Sedangkan kondisi ketiga, yaitu untuk mencegah pelaku kejahatan yang melakukan penyerangan.
Kendati demikian, menurut Rikwanto, seorang anggota polisi dalam menggunakan senjata api mempunyai hak diskresi untuk menilai apakah suatu kondisi yang terjadi termasuk dalam tiga kategori diatas. Namun, manakala penilaian tersebut salah, atau kurang tepat, ada risiko bagi yang bersangkutan.
"Ada istilah satu kaki dikubur satu dipenjara," kata dia.
Untuk Brigadir K, Rikwanto mengakui, tindakan penembakan terlalu cepat dilakukan dalam kasus mobil dengan satu keluarga itu. Padahal, belum ada ancaman yang mungkin timbul terhadap petugas maupun masyarakat. Polisi di Lubuk Linggau itu, sebelumnya beralasan bahwa mobil itu ditembaki karena orang-orang di dalamnya dianggap pelaku kejahatan.
"Dari penyelidikan sementara dapat keterangan bahwa masih cukup jeda waktu untuk menilai, apakah sasaran tersebut ancaman, atau tidak," ujarnya. (asp)