Harus Berapa Boisman Gori untuk Peduli?

Boisman Gori, siswa kelas 5 SD asal Pulau Nias yang bersekolah sembari menggendong adik lelakinya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Instagram @indrirose

VIVA.co.id – Foto seorang siswa sekolah dasar yang bersekolah sambil menggendong adik lelakinya yang masih bayi menjadi perbincangan hampir sepekan di pengujung April.

Usai Memilih Mualaf, Davina Karamoy Belum Siap Kenakan Hijab

Bocah berkepala setengah plontos ini bernama Boisman Gori, seorang siswa kelas 5 Sekolah Dasar di Kabupaten Nias Selatan.

Ya, dengan wajah polosnya, Boisman terlihat merangkul adiknya sembari memegang alat tulis untuk belajar. Tak perduli situasi, Boisman tetap serius belajar, sementara sang adik terlihat kukuh memeluk dirinya lantaran tertidur.

Kemenag Bekali Pelatihan Guru dan Pengawasan RA untuk Cegah Stunting Melalui PAUD HI

Belakangan, foto Boisman pun populer, apa yang dilakoni bocah polos ini menjadi perbincangan di jejaring sosial. Simpatik pun berdatangan.

Boisman sukses menggugah hati dan mengetuk kesadaran tentang sisi gelap kemiskinan dan dunia pendidikan di Indonesia.

Bangunan Sekolah di Kolaka Roboh Ditimpa Tanah Longsor, 2 Ruang Kelas Porak-Poranda

Berjuang Lewat Medsos

Potret buram kemiskinan ini tak lepas dari perhatian dari Indri Rosidah. Perempuan berhijab yang kini bertugas dalam program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) di Pulau Nias ini menjadi pemantik sekaligus saksi hidup tentang potret Boisman dan seluruh anak di Pulau Nias.

Ya, foto Boisman memang pertama kali diunggah oleh Indri. Di jejaring sosial Instagram-nya, perempuan berparas manis ini menuliskan cerita singkat soal Boisman.

"Ini anakku yang bernama boisman gori. dia sangat menyayangi adiknya, terlihat dari cara dia memperlakukannya.sering sekali di sela-sela KBM, aku melihat boisman memeluk dan mencium kepala adiknya dengan gemas. hampir setiap hari dia membawa adiknya ke sekolah dengan alasan tidak ada yg menjaga adiknya di rumah. karena kedua orang tuanya harus pergi ke ladang untuk menyadap karet," tulis Indri dalam catatan foto yang diunggahnya pada Kamis, 20 April 2017.

Apa yang dituliskan oleh Indri, langsung memantik simpatik. Semangat Boisman dan adiknya di sekolah reot yang menjadi tempat mengajar Indri, akhirnya meluas tak cuma di Pulau Nias. Berkat inilah, bergulir sejumlah bantuan ke Nias Selatan.

Apa yang dilakukan Indri, pernah serupa juga dilakukan oleh Anggit Purwoto. Seorang guru yang sama bertugas seperti Indri. Namun ia ditempatkan di Desa Sungkung Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.

Polanya serupa Anggit juga mengunggah foto siswa SD di tempatnya mengajar yang tidak bersepatu dan menggunakan tas dari kantong kresek.

"Mereka layak meraih cita-cita yang selama ini membuat mereka bertahan ke sekolah dalam kondisi seragam lusuh dan memakai tas kresek bekas!!!" tulis Anggit dalam foto yang disertakannya di laman Instagram dikutip VIVA.co.id, Kamis, 6 April 2017.

Apa yang diunggah Anggit pun menuai respons. Bahkan Presiden Joko Widodo ikut membantu dengan mengirimkan sejumlah bantuan ke sekolah yang berada di pelosok tersebut.

Sejak itu, nama Sungkung yang awalnya tak pernah didengar menjadi sedikit muncul ke permukaan. Perjuangan Anggit yang sederhana membuahkan hasil.
Ya setidaknya Anggit dan Indri telah meringankan sedikit beban para siswa miskin tersebut. Perjuangan mereka lewat media sosial menjadi pelajaran penting bahwa mereka yang dermawan itu banyak dan perlu diberi tahu.

Selain itu, faktanya cuma lewat media sosial dan digunjingkan orang banyak, mereka yang kesusahan di daerah baru mendapatkan perhatian. Dan pastinya, unggahan di media sosial itu adalah fakta nyata yang menyedihkan tentang anak-anak di pinggiran kota.

Jangan Tunggu Medsos
Lalu cukupkah dengan respons memberi bantuan kepada anak-anak itu? Bisa dipastikan tidak.

Potret kemiskinan dan buramnya pendidikan di Indonesia bukan cuma di Pulau Nias dan Sungkung Kalimantan Barat. Perlu lebih banyak lagi orang seperti Indri dan Anggit yang mengunggah fakta kelam itu ke permukaan.

Merujuk pada Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2015/2016, sebanyak hampir satu juta anak Indonesia putus sekolah saat masih di bangku SD. Penyebabnya cuma satu, yakni ekonomi.

"Dari survei BPS (Badan Pusat Statistik), 73 persen kasus putus sekolah ditengarai oleh faktor ekonomi," Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad, awal September tahun lalu.

Anies Baswedan, sebelum diberhentikan menjadi Menteri Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan, bahkan pernah menyebut di Indonesia saat ini ada lebih dari 15 juta anak miskin tersebar di seluruh Indonesia.

Karena itu, jelas potret kemiskinan di daerah pedalaman bukanlah hal yang bisa diabaikan begitu saja. Sosok Boisman Gori di Pulau Nias cuma seujung kuku dari mereka yang tak pernah terungkap di media sosial.

Pemerintah harusnya lebih sensitif dan pastinya tak perlu sampai menunggu diunggah dulu di jejaring sosial untuk bertindak. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya