Menggeser Ibu Kota Indonesia, Dari Soekarno Sampai Jokowi

Presiden Joko Widodo menyambut tahun baru 2017 i istana negara, Sabtu (31/12/2016)
Sumber :
  • VIVA.co.id/twitter@jokowi

VIVA.co.id – Lebih dari setengah abad sudah bahasan pemindahan ibu kota Indonesia menjadi perbincangan. Namun ide ini tak pernah terealisasi.

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo "The New Sukarno"

Maklum butuh kajian panjang untuk mewujudkan ini. Dalih pemerataan ekonomi, Jakarta yang sudah jenuh, dan kawasan yang aman dari gempa, sepertinya belum menemukan lokasi yang tepat.

"Ah wacana melulu. Dari zaman Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono diulang lagi," ujar Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik, medio April 2017.

Cak Imin Mengaku Mimpi Dapat Perintah Ziarah ke Makam Bung Karno setelah Istikharah

Wacana pemindahan ibu kota Indonesia, sejatinya sudah sejak tahun 1957 pernah dicuatkan oleh Presiden Sukarno. Salah satu daerah yang menjadi target kala itu adalah Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah.

Sukarno berpendapat saat itu, Palangkaraya berada persis di tengah Indonesia. Selain itu, dasar lainnya adalah bahwa Jakarta sesungguhnya peninggalan zaman kolonial, atau dengan kata lain tidak dibangun dengan tangan orang Indonesia sendiri.

Megawati Ingatkan Rakyat Pilih Pemimpin dengan "Cermati Rekam Jejak, Moral, dan Etikanya"

Namun demikian, harapan Sukarno saat itu belum bisa diwujudkan. Lantaran minimnya akses transportasi ke Palangkaraya. Ia hanya sempat membangun tiang pertama pembangunan di kota itu.

Dan sejak itu, wacana pemindahan ibu kota timbul tenggelam dalam perbincangan penyelenggara negara. Setiap bergulir presiden baru, wacana ini muncul namun kemudian tenggelam lagi.

Tak Cuma Palangkaraya

Orang suku Dayak di Kalimantan Timur

FOTO: Seorang warga Suku Dayak Kenyah Uma'lung bersama anak dan cucunya berpose dengan persenjataan sumpit di ladang mereka di Desa Setulang, Malinau, Kalimantan Timur, Rabu (21/6/2017)/ANTARAFOTO


Hingga baru-baru ini. Di era Presiden Joko Widodo, wacana pemindahan ini sepertinya hendak diseriuskan kembali. Jokowi pun menginstruksikan agar dilakukan studi awal untuk pemindahan ini.

"Studi awal, mencari alternatif-alternatif," ujar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Selasa, 4 Juli 2017.

Studi lokasi ibu kota baru ini, dipastikan Sofyan, menyasar ke sejumlah wilayah. Ini artinya tak cuma Kota Palangkaraya seperti yang pernah direncanakan Sukarno pada setengah abad lalu.

"Tempat yang paling suitable, yang paling bagus (selain Palangkaraya)" ujar Sofyan.

Baca Juga:

Jokowi telah menargetkan hingga 2018 studi pemilihan lokasi ini harus lah rampung dikerjakan. Sebab, pemindahan ini secara prinsip merupakan rencana jangka panjang dan pastinya mesti harus ada komitmen politik untuk meneruskan siapa pun presidennya ke depan.

"Jangan sampai sudah maju separuh, tahu-tahu berhenti. Kemauan politik tetap penting," tambah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.

Waspada Makelar
Di bagian lain, studi alternatif pemilihan lokasi ibu kota baru bagi Indonesia ini, sebaiknya tak perlu digaungkan secara meluas.

Ini berkaitan dengan ekses negatif dari perbincangan ini yang berkemungkinan dimanfaatkan oleh para spekulan. Sebab, bukan tidak mungkin, jika satu nama kota sudah disebut maka akan memicu kenaikan harga tanah di daerah itu.

"Teriak-teriak terus, yang untung makelar tanah nanti," ujar pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.

Serupa disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda. Ia mencontohkan wacana soal Kota Palangkaraya yang kini sudah digaungkan ke publik.

Bisa dipastikan akan ada pergerakan pasar properti ke daerah itu. "Akan terjadi peningkatan perkembangan pasar properti yang akan berpindah ke Palangkaraya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya