Prabowo Coba Giring Publik untuk Lebih Percaya Medsos Ketimbang Pers
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin melihat sisi lain dari kejengkelan calon presiden kompetitor mereka Prabowo Subianto terhadap pemberitaan media massa.
Prabowo dinilai ingin menggiring supaya publik lebih percaya dengan media sosial ketimbang produk jurnalisitik.
"Nah sementara media sosial yang jadi andalan pihak Pak Prabowo-Sandi yang penuh dengan buzzer, tidak ada yang mengawasi karena sistem pemilu kita belum sampai ke sana," kata Wakil Direktur Saksi TKN Lukman Edy di Posko Cemara, Jakarta, Rabu 6 Desember 2018.
Lukman mengakui informasi di media sosial memang dikuasai oleh para tim dan pendukung Prabowo-Sandiaga Uno. Hanya saja, Ia melihat sisi kelemahan media sosial yang tanpa pengawasan dan justru saat ini dipenuhi hoaks dan ujaran kebencian.
"Memang satu-satunya nya sekarang sarana dan prasarana yang jelas-jelasmenyatakan bahwa antihoaks adalah media mainstream, apalagi mereka diawasi Dewan Pers, Bawaslu, kemudian diawasi oleh Komisi Penyiaran. Ini tiga institusi yang mengawasi media mainstream saat ini dalam rangka ikut serta dalam pemilu," kata dia.
Lukman menyatakan, hoaks sudah menjadi kekhawatiran bersama khususnya menjelang pemilu tahun depan, "Jadi bagi dia semakin hoaks di medsos, semakin fitnah di medsos sudah jadi bagian sistematis mereka lakukan. Kalau masuk di media mainstream tidak sanggup karena ada pengawasan tiga (institusi)," tambahnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu pun menilai, Undang-Undang Pemilu belum bisa mengatur konten media sosial. Sebagai orang yang pernah menggawangi Komisi II DPR, hal itu dianggap celah karena hoaks dan ujaran kebencian tidak bisa disebut pelanggaran pemilu.
"Kalau misalnya ada media sosial menyebar hoaks dan fitnah itu pihak kepolisian bisa langsung menangani dan menyatakan sebagai pelanggaran UU ITE. Tapi kalau institusi mengawasi kepemiluan tidak sampai di sana," ujarnya. (sah)