Dahnil: Buzzer Marak karena Pemimpin Kita Enggak Berkualitas

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Politikus Gerindra Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan pandangannya terkait maraknya buzzer ketimbang influencer. Salah satunya karena tak berkualitasnya politikus dan pemimpin di Indonesia.

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Jokowi: Bagus, 2 Hari Sekali Ketemu

Dia menyinggung istilah buzzer dan influencer yang disampaikan analisis media sosial Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi. Dahnil bilang buzzer dan influencer punya perbedaan.

"Buzzer kecenderungannya dapat fidding dari pihak lain kemudian mereka menyebarkan. Apa yang dia sebarkan itu tidak autentik dengan pikiran dia dan gagasannya. Sedangkan, influencer itu gagasan dan idenya autentik," kata Dahnil dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, #ILCBuzzer dikutip Rabu, 9 Oktober 2019.

Istana: Ada atau Tidak Ada Presidential Club, Presiden dan Mantan Presiden Penting Bersilaturahmi

Dahnil pun berpendapat bila maraknya buzzer karena memang perilaku dan percakapan politikus dan pemimpin tak berkualitas. Ia menyebut pengguna media sosial saat ini minim yang mampu memproduksi ide dan gagasan yang autentik.

"Masalahnya kemudian kenapa buzzer kita lebih ramai ketimbang influencer bagi saya ini adalah sinyal bahwasanya percakapan dan perilaku politisi kita memang enggak berkualitas. Pemimpin kita enggak berkualitas," jelas Juru Bicara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto itu.

Jubir Ungkap Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Megawati Diajak?

Dengan minimnya autensitas dan originalitas di media sosial memunculkan produksifitas buzzer dipesan pihak untuk tujuan propaganda. Dahnil pun menyoroti perilaku buzzer yang menyerang habis-habisan media Tempo.

"Kita butuh autensitas, originalitas. Nah, ini yang tak diproduksi akhirnya ada pesanan pihak lain ini yang kita sebut sebagai propaganda, sebagai kill the messenger," tuturnya.

Terkait buzzer, ia mengatakan sulit mengungkap pihak yang membayar atau berada di belakang layar. Bagi dia, buzzer adalah pasar gelap media sosial. Ia mengibaratkan seperti pasar gelap handphone dan beras palsu. (lis)

>
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya