Rencana Jokowi Ubah Nomenklatur Baru Dinilai akan Bebani APBN

Presiden Joko WIdodo, Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Presiden Joko Widodo menyiapkan mengubah nomenklatur kementerian serta menambah jabatan wakil menteri dalam kabinet pemerintahannya. Cara ini dinilai akan memboroskan anggaran.

Tidak Ada Foto Jokowi di Ruang Rapat, PDIP: Jatuh Lupa Dipasang Lagi

Kebijakan ini pun dikritik akan menciptakan birokrasi baru yang tidak perlu. Hal ini disampaikan politikus Gerindra, Bambang Haryo Soekartono.

Dia menilai rencana tersebut tak sejalan dengan visi Presiden Jokowi untuk memangkas birokrasi dan menghemat APBN yang kini mengalami defisit sangat besar.

Pakar: Penambahan Kementerian yang Direncanakan Prabowo Harus Ubah Regulasi

"Presiden Jokowi tidak konsisten dengan visi dan janjinya untuk memangkas birokrasi. Penambahan nomenklatur justru memperpanjang rantai birokrasi. Selain butuh biaya besar dan sumber daya manusia yang banyak," kata Bambang, Selasa 22 Oktober 2019

Bambang khawatir APBN bakal jebol, mengingat defisitnya sudah sangat besar yakni mencapai Rp199 triliun per Agustus 2019. Penambahan kementerian juga memunculkan birokrasi baru yang akan membebani masyarakat dan investor.

Istana Pastikan Pansel Calon Pimpinan KPK Segera Diumumkan

Selain itu, penyediaan sumber daya manusia atau SDM kompeten terutama untuk kementerian dan lembaga teknis bukan hal mudah.

"Perlu waktu untuk pendidikan pelatihan dan penyesuaian. Ini akan menyulitkan investor dan masyarakat," ujarnya

Informasi terkini, akan ada 10 nomenklatur baru, termasuk empat perubahan nomenklatur Kementerian/Lembaga, salah satunya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi Kemendikbud dan Pendidikan Tinggi (Dikti).

Kemudian, Kemenko Maritim akan bertambah menjadi Kemenko Maritim dan Investasi.

Selain penambahan nomenklatur, Bambang Haryo juga mengkritik rencana Presiden Jokowi menambah jumlah jabatan wakil menteri.

"Rencana ini membingungkan dan tidak konsisten. Jabatan wamen yang sudah dihapus sekarang dihidupkan lagi," ujarnya.

Dia menilai jabatan wamen tidak diperlukan karena setiap Kementerian/Lembaga sudah memiliki Sekretaris Jenderal dan Direktorat Jenderal ataupun Deputi.

"Wamen akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan, bahkan matahari kembar di kementerian. Yang pasti, memboroskan APBN karena birokrasi semakin gemuk," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya