Soal Syarat Dukungan 30 Persen, Jubir Bamsoet Sebut Airlangga Amnesia

Caketum Golkar Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto ingin kader yang mau maju menjadi calon ketua umum Partai Golkar memiliki dukungan 30 persen dari pemilik suara secara administrasi. Dukungan itu juga harus dibuktikan dalam bentuk surat dukungan dari Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar provinsi, kabupaten dan kota, yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris.

PDIP Tak Mau Pusing Mikirin Jokowi dan Gibran yang 'Bakar' Rumahnya Sendiri

Juru bicara Bambang Soesatyo, Sirajuddin Abdul Wahab, menilai pernyataan tersebut kurang teliti dan ahistoris. Menurutnya, hal itu dapat dilihat dari dua hal.

"Pertama, bisa saja Airlangga membaca Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, dalam kondisi ngantuk berat, sehingga menafsirkan pasal dalam konstitusi Partai Golkar secara serampangan, atau kedua, Airlangga mendadak amnesia, pada saat dirinya maju menjadi calon ketua umum Partai Golkar pada Munaslub di Bali tahun 2016, bahwa syarat 30 persen dukungan dalam bentuk pemilihan/pemungutan (voting), bukan dalam bentuk dukungan surat administrasi," kata Sirajuddin kepada wartawan, Jumat 29 November 2019.

Golkar Tepis Isu Istri Ridwan Kamil Mundur dari Bursa Pilkada Kota Bandung

Fungsionaris Partai Golkar tersebut menuturkan pada saat tahapan pemilihan/pemungutan suara dalam Munaslub Partai Golkar 2016, Airlangga Hartarto sebagai calon ketua umum hanya mendapatkan suara pemilih 14 suara saja. Dia mengatakan dari delapan orang calon ketua umum Partai Golkar yaitu Ade Komaruddin (173 suara), Airlangga Hartarto (14 suara), Aziz Syamsuddin (48 suara), Indra Bambang Utoyo (1 suara), Mahyudin (2 suara), Setya Novanto (277 suara), Syahrul Yasin Limpo (27 suara), Priyo Budi Santoso (1 suara), ternyata hanya ada dua orang calon ketua umum yang memenuhi dukungan suara pemilihan (voting) 30 persen suara, yaitu Setya Novanto dan Ade Komaruddin, yang lolos mengikuti tahapan pemilihan selanjutnya.

Namun, lanjutnya, Ade Komaruddin menyatakan mundur dalam proses tahapan pemilihan lanjutan, sehinga Setya Novanto ditetapkan menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar 2014-2019, melanjutkan periodesasi Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.

Kembali Mencuat, Golkar Tak Ingin Berandai-andai Soal Kabar Jokowi Gabung

"Airlangga jangan menafsirkan pasal 12 dan pasal 50 Anggaran Rumah Tangga, sesuai dengan selera sendiri," kata Sirajuddin.

Sirajuddin mengatakan berkaitan dengan Pasal 12 ART yang berbunyi 'didukung oleh 30 persen pemegang hak suara', tidak bisa ditafsirkan bahwa setiap calon ketua umum Partai Golkar, dinyatakan sah sebagai calon ketua umum apabila mendapatkan 30 persen surat dukungan (administrasi). "Itu tafsir yang sesat dan keliru, tidak sesuai dengan penerapan dalam Munas-Munas sebelumnya," tegasnya.

Dia menuturkan kalau dibaca dengan teliti, arti kata di dalam Pasal 12 'pemegang hak suara' di belakang kata 30 persen itu terkorelasi dengan Pasal 50 ayat 1, bahwa 'pemilihan dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah', sehingga kata 'peserta musyawarah', merupakan pengejawantahan dari kata 'pemegang hak suara', sebagaimana tertuang dalam pasal 49 ART yang mengatur tentang 'Hak Bicara dan Hak Suara', sehingga Pasal 12, Pasal 49, Pasal 50 ART merupakan satu kesatuan dari proses syarat dan tahapan pemilihan calon ketua umum Partai Golkar.

"Airlangga jangan merusak tatanan yang sudah berjalan dengan baik dan demokratis dalam Partai Golkar, demi mempertahankan hasrat kekuasaan semata, segala aturan main ditabrak dan dilanggar. Jangan sampai sejarah kelam perpecahan dalam tubuh Partai Golkar digali kembali oleh Airlangga sendiri," lanjutnya.

Sirajuddin berharap pada Munas Partai Golkar yang akan digelar pada tanggal 3-6 Desember 2019 di Hotel Ritz Carlton Kuningan Jakarta Selatan, bisa berjalan dengan terbuka, demokratis dan berkeadilan, sehingga tidak lagi melahirkan perpecahan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya