Polemik Kebaktian Natal di Dharmasraya, Elite Demokrat Kritik Jokowi

Presiden Jokowi menghadiri Natal Bersama 2018 di Deli Serdang, Sumatera Utara
Sumber :
  • Facebook Humas Pemprov Sumut

VIVA – Isu adanya larangan merayakan dan melaksanakan kebaktian Natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat, menjadi sorotan publik. Hal ini memunculkan isu intoleransi umat beragama dalam menjalankan ibadah.

Senang Kendaraan Listrik Makin Menjamur, Jokowi Sebut Pabrik Baterai Beroperasi Bulan Depan

Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon mengatakan, terkait pelarangan tersebut, lebih baik dilihat dari perspektif hukum, agar tidak menjadi perdebatan. 

Jansen menyebut, aspek hukum mesti dilihat, karena agar dapat dilihat lebih jelas siapa yang harus bertanggung jawab dengan munculnya isu tersebut.

Jokowi Singgung Peluang Besar Industri Kendaraan Listrik di Indonesia

"Dari situ, baru kita bisa melihat siapa yang harus bertanggung jawab. Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah itu amanat konstitusi. Jadi, bukan lagi sekedar bunyi undang-undang," kata Jansen dalam pesan tertulisnya, Rabu 25 Desember 2019.

Jansen menambahkan, kebebasan beragama tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Pada pasal tersebut, jelas menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Jokowi: Bagus, 2 Hari Sekali Ketemu

Maka itu, ia mendorong Joko Widodo (Jokowi) selaku Presiden RI bisa turun tangan dalam polemik ini.

"Kalimat di pasal 29 itu jelas sekali menyebut kata 'Negara'. Sehingga, kalau terjadi pelarangan terhadap kebebasan beribadah dan beragama, maka yang bertanggung jawab langsung itu, ya Kepala Negara. Bukan lagi, sekedar kepala pemerintahan atau menteri-menteri," ujarnya.

Jansen menilai, Menteri Agama, Fachrul Razi juga tak dapat disalahkan atas munculnya isu pelarangan perayaan Natal ini. Jika terjadi pelarangan terhadap umat agama manapun, tidak terkecuali agama Islam yang merupakan mayoritas, yang bertanggung jawab adalah Kepala Negara.

"Sesuai konstitusi, maka itu (pelarangan beribadah) sepenuhnya tanggung jawab kepala negara dalam hal ini Pak Jokowi untuk menjaminnya, Itulah bunyi konstitusi kita. Jadi, selama UU Dasar kita bunyinya masih demikian, maka Kepala Negara langsunglah yang harus bersikap menyelesaikan persoalan-persoalan demikian ini," jelasnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya