Kenang Sejarah Kebersamaan, PDIP Akan Rayakan Hari Lahir NU ke-95

Ilustrasi/Lambang NU (Nahdlatul Ulama)
Sumber :

VIVA – Hari lahir atau harlah Nahdlatul Ulama (NU) yang ke-95, tidak hanya dirayakan Nahdliyin atau warga NU. Tapi juga partai politik. Seperti yang dilakukan PDI Perjuangan.

Rektor UNU Gorontalo Resmi Dilaporkan Polisi atas Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

Ketua DPP Bidang Keagamaan PDI Perjuangan, Hamka Haq, menyatakan partainya secara khusus bakal memeringati hari lahir NU yang jatuh esok hari, 31 Januari 2021. 

Politisi senior partai tersebut mengatakan, ini sebagai wujud rasa solidaritas antar sesama Wong Cilik, sekaligus memperingati indahnya kebersamaan kaum nasionalis dan Islam selama ini.

GP Ansor Ungkap Makna Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Menuju Indonesia Emas 2045

"Spirit inilah yang akan terus dinyalakan agar negeri ini semakin solid dan jaya pada masa kini dan masa-masa mendatang. Maka peringatan Harlah NU ke-95 ini adalah juga wujud solidaritas dari PDI Perjuangan untuk NU sebagai sesama Wong Cilik," kata Hamka dalam keterangan resminya, Sabtu 30 Januari 2021.

Baca juga: Kapolri Listyo Sigit Ikut Jejak Tito Sambangi Rabithah Alawiyah

Pendeta Gilbert Olok-olok Salat dan Zakat, PBNU: Kami Umat Islam Diajarkan untuk Menahan Emosi

Mengambil tema 'Rumah Nusantara', peringatan juga diselenggarakan secara virtual. Hamka yang juga Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) ini mengatakan, bahwa tema itu diambil lantaran NU berperan menjadi 'rumah' bagi semua kalangan, termasuk kader PDI Perjuangan. 

Ia juga menegaskan, bahwa NU dan PDIP mempunyai visi yang sama perihal membela Wong Cilik, warga yang terpinggirkan. Mayoritas anggotanya adalah dari kalangan Wong Cilik, yang oleh Bung Karno disebut kaum Marhaen. 

Lanjut Hamka, Bung Karno juga dalam Muktamar NU menyampaikan, bahwa persamaan antara NU dan kaum nasionalis karena kedua kelompok ini sama-sama cinta Tanah Air dan punya komitmen terhadap keadilan sosial.

Kata Hamka, dalam sejarahnya, NU pernah mengangkat Bung Karno sebagai Waliyul Amri Ad-Dhaririy bi As-Syaukah. Gelar ini yang mengukuhkan posisi Bung Karno sebagai Presiden atau pemimpin nasional dalam keadaan darurat namun memiliki wewenang yang mutlak.

"Tak dapat dipungkiri oleh siapapun, bahwa Bung Karno sebagai pentolan nasionalis itu adalah juga sebagai pribadi yang amat religius, seorang Muslim taat, moderat, dan toleran. Dengan demikian PDI Perjuangan sebagai penerus cita-cita kenegaraan Bung Karno adalah partai nasionalis-religius, yang sangat beririsan dengan jati diri NU yang religius-nasionalis itu," tutur Hamka.

Hamka menjelaskan pula, bagaimana kedekatan NU dan Bung Karno sejak pra kemerdekaan. Fakta kepeloporan NU, lanjutnya, dalam catatan sejarah Republik Indonesia, adalah ketika Hadhratus Syaikh Hasyim Asy`ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad nasional pada 22 Oktober 1945, atas permintaan Bung Karno. Hal ini dilakukan untuk menghadapi agresi sekutu pimpinan Inggris yang segera waktu itu mendarat di Surabaya.

Resolusi jihad tersebut menjadi ladasan perlawanan heroik rakyat Surabaya mengadapi Sekutu, hingga mencapai puncaknya pada tanggal 10 November 1945. Lahirnya Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 merupakan fakta bersejarah bagi perjuangan kaum santri melawan penjajah, dan kini diabadikan sebagai Hari Santri Nasional (HSN). 

Penetapan HSN tersebut pula, tak bisa terelekkan berkat kerjasama yang jitu antara NU dan PDIP, yang kemudian ditetapkan oleh Presiden Jokowi.

Hasil kerja sama lain yang begitu monumental ialah penetapan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila.

"Untuk mengenang indahnya kebersamaan itu jugalah, PDI Perjuangan melalui ormas Bamusi akan menggelar perayaan Harlah NU ke-95 ini," kata Hamka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya