Politisi Golkar Misbakhun Sanggah Alasan Kesehatan jadi Dasar Menaikkan Cukai Rokok

Politisi Golkar, Misbakhun Meninjau Industri hasil tembakau atau IHT
Sumber :

VIVA Politik – Alasan kesehatan yang dijadikan dasar untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau CHT sebesar 10%, dinilai tidak beralasan. Politisi Golkar yang juga anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, mengkritik alasan tersebut. 

Penetrasi Asuransi di RI Masih Rendah, MSIG Life Genjot Inovasi Kesehatan dan Digital

Dia mengkritisi pernyataan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu, mengenai alasan kesehatan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 10% pada 2023 dan 2024.

Dia menyarankan, pemerintah melakukan ekstentifikasi atau memperluas barang kena cukai. Daripada terus-menerus menaikkan CHT. Sementara kebijakan menaikkan itu, malah memukul sektor lain.

Ilmuwan China Ciptakan Pengisi Daya Nirkabel yang Aman untuk Tubuh Manusia

"Pemerintah perlu segera menambah alternatif barang kena cukai sebagai upaya mendorong peningkatan penerimaan negara, karena kenaikan tarif CHT telah mencapai titik optimum dalam mendorong penerimaan," ujar Misbakhun, Senin 7 November 2022.

Jelas mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu, berdasarkan pada tabel indikator capaian kesehatan dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023, dia melihat ada ketidak sesuaian. 

5 Fakta Penting tentang Gym untuk Kesehatan Tubuh hingga Kehidupan Seksual

Misbakhun mengatakan persentase penduduk usia 10-18 tahun yang merokok pada 2013 masih di angka 7,2%. Tapi justru menurun menjadi 3,8% pada 2020.

"Data ini yang menyusun juga BKF. Di situ jelas disebutkan persentase penduduk usia 10-18 tahun yang merokok sudah turun," ucap Misbakhun.

Lebih lanjut dijelaskannya, pada tabel yang sama juga menunjukkan kenaikan prevalensi diabetes melitus pada penduduk. Pada 2013, di angka 6,9%, sedangkan tahun 2018 meningkat menjadi 8,5%.

Persentase penduduk berusia 10-18 tahun yang obesitas juga melonjak. Dimana angkanya 14,8% pada 2013 menjadi 21,8% pada 2018.

Misbakhun dalam pemaparannya juga memperkuat dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data Survei Sosial Ekonomi Nasional KOR (Susenas) 2020 dari BPS menunjukkan prevalensi perokok pemula turun drastis. 

Dia menjelaskan, dimana perokok anak mengalami penurunan dari 9,1% ditahun 2018 menjadi 3,81% tahun 2021. 

"Malah pada 2021 angkanya turun lagi menjadi 3,69%," lanjutnya.

Dengan demikian, dia menganggap argumen BKF tentang kenaikan CHT untuk menurunkan prevalensi anak dan remaja yang merokok, sebenarnya sudah tidak relevan. Misbakhun curiga, ada agenda asing di balik kenaikan CHT.

"Itu semua sebagai argumentasi karena hanya karena para pengambil kebijakan di BKF diisi oleh agen global yang merupakan bagian yang menjalankan kepentingan Bloomberg Philanthropic yang antitembakau dengan melakukan implan kepentingan mereka pada jalur pengambil keputusan negara," ujar Misbakhun.

Wakil rakyat yang dikenal cukup keras saat membela petani tembakau itu juga menyinggung soal DBH dari CHT. Menurut dia, total DBHCT relatif kecil bila dibandingkan dengan seluruh penerimaan cukai.

Dia mencontohkan penerima DHB CHT, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia menyebut, hanya sebagian kecil kegiatan yang didanai DBHCHT bisa terealisasi secara penuh atau mencapai 100%.

"Penggunaan DBHCHT juga sangat tidak berpihak peada petani tembakau. Isi peraturan penggunaan DBHCHT sangat sulit dilaksanakan untuk memperkuat kepentingan daerah penerimanya dan banyak menjadi SILPA (sisa lebih pembiayaan anggaran, red)," kata Misbakhun.

Atas alasan-alasannya tersebut, Misbakhun meminta pemerintah mengajak berbagai pihak berbicara soal CHT. Menurut dia, soal CHT bukan hanya tentang kesehatan dan penerimaan negara. Tapi di luar itu banyak sektor lain yang terdampak seperti soal tenaga kerja, petani, pertanian, industri, dan rokok ilegal.

"Lakukan rembuk bersama dengan semua pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan peta jalan atau roadmap kebijakan yang berkeadilan. Sebaiknya pemerintah menahan kenaikan harga rokok untuk menjaga keseimbangan pilar lain yang terlibat dalam IHT," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya