Mahfud MD soal Perppu Cipta Kerja: Kalau Isinya Mau Dipersoalkan Silakan tapi Prosedur Sudah Selesai

Menkopolhukam Mahfud MD selaku Ketua Kompolnas dipang DPR Soal Kasus Brigadir J
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut masyarakat dipersilakan mengkritik isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker), namun prosedur pembuatan produk hukum tersebut sudah sesuai dengan aturan.

Cerita Jokowi Bertemu Bos Apple-Microsoft: Memprihatinkan

"Nah, kalau isinya yang mau dipersoalkan, silakan; tetapi kalau prosedur, sudah selesai," kata Mahfud di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 3 Januari 2023.

Pada 30 Desember 2022, Presiden Jokowi menandatangani Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pertimbangan dikeluarkannya Perppu tersebut adalah karena kebutuhan mendesak sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.

Jawaban Kocak Jokowi Usai Lengser

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Mahfuf mengingatkan, ada hak subjektif presiden dalam hukum tata negara di Indonesia. Karena itu, alasan "kegentingan" untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja merupakan penilaian subjektif Presiden Jokowi. Tak ada satu pun pakar hukum, katanya, yang membantah hak subjektif Presiden dalam menerbitkan perppu.

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang Toxic ke Pemerintahan, Jokowi: Udah Bener

Bila ada yang mempermasalahkan isi Perppu Cipta Kerja, menurutnya, dapat melakukan dua langkah, yakni dikaji secara politik oleh DPR pada masa sidang berikutnya dan uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Tak paham putusan MK

Mahfud menyebut banyak pihak juga yang tidak paham putusan Mahkamah Konstitusi MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 mengenai judicial review Undang-Undang Cipta Kerja. Sebagian yang lain, katanya, malah tak membaca isinya tetapi langsung berkomentar.

Pada 25 Juni 2021, MK memutuskan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional) secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan".

Polisi berjaga-jaga di dekat Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu 26 Juni 2019.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

"Maksud bersyaratnya apa? Berlaku dulu, tetapi selama dua tahun diperbaiki. Diperbaiki berdasar apa? Berdasar hukum acara di mana di situ harus ada 'cantelan' bahwa 'Omnibus Law' itu masuk di dalam tata hukum kita," kata Mahfud.

Pemerintah, menurut Mahfud, telah menerbitkan UU Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada 16 Juni 2022 yang mengatur soal pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus.

"Maka kita perbaiki undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan di mana di situ disebut bahwa 'omnibus law' itu bagian dari proses pembentukan undang-undang. Nah, sesudah itu diselesaikan, undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) itu sudah diubah dijadikan undang-undang dan diuji ke MK sudah sah, lalu perppu dibuat berdasar itu sedangkan materinya (UU Ciptaker) tidak pernah dibatalkan oleh MK," ujarnya.

Ilustrasi pekerja jasa konstruksi.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Ragam kritik

Namun, sejumlah pihak mengkritik terbitnya Perppu Ciptaker tersebut, salah satunya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang menilai penerbitan perppu mengkhianati Konstitusi UUD 1945 dan tidak memenuhi syarat diterbitkannya perppu.

Sejumlah poin yang dipersoalkan dalam perppu, antara lain adalah pertama, soal waktu libur bagi para pekerja sebagaimana diatur Bab IV Ketenagakerjaan pasal 77 diubah menjadi setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja sebagaimana dimaksud meliputi:

a. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
b. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

Kedua, masih di bab Ketenagakerjaan, mengenai upah minimum di pasal 88 D ayat 2 dijelaskan jika upah minimum akan mempertimbangkan beberapa variabel, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Namun, "indeks tertentu" tersebut tidak dijelaskan

Ketiga, pasal tentang penetapan pesangon dalam Perppu Cipta Kerja. Dalam pasal 156 Bab Ketenagakerjaan disebutkan pemberian pesangon disesuaikan dengan masa kerja maksimal 9 kali upah bulanan bagi pekerja yang sudah mengabdi 8 tahun atau lebih.

Untuk uang penghargaan untuk karyawan yang di-PHK akan mendapat maksimal 10 kali upah bagi pekerja yang sudah mengabdi lebih dari 24 tahun. Karyawan yang di-PHK juga berhak mendapatkan penggantian atas cuti yang belum terpakai dan ongkos pulang untuk ke tempat kerja. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya