Pakar Hukum Tata Negara Jelaskan Kenapa MK Harus Tolak Gugatan Sistem Pemilu

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA Politik – Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai harus menolak gugatan terhadap UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). Terutama terkait sistem pemilu, apakah proporsional terbuka dan atau proporsional tertutup.

Anies: Pakemnya yang Tidak Mendapatkan Amanah Berada di Luar Kabinet

Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan karena sistem pemilu tidak diatur oleh UUD 1945. Maka bukan ranah Mahkamah lagi.

"Kendati MK memiliki kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, maka untuk isu sistem pemilu apakah sebaiknya proporsional terbuka atau proporsional tertutup, menurut pendapat saya harusnya ditolak. Pasalnya sistem pemilu, apakah proporsional terbuka atau tertutup tidak diatur dalam UUD 1945,” jelas Refly Haru, Kamis 12 Januari 2023.

Edy Rahmayadi Blak-blakan Tak Akan Duet Bareng Ijeck Lagi: Terlalu Tinggi, Kurang Pas

Parpol tolak pemilu sistem Proporsional tertutup

Photo :
  • ANTARA

Sementara untuk sistem pemilu Indonesia, yang seperti digunakan sekarang dan digugat oleh sejumlah pihak, menurutnya adalah politik hukum terbuka (open legal policy). Dimana aturannya diserahkan kepada pembuat UU.

Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tumbuh, BI Pede Pertumbuhan Sepanjang 2024 di 5,5 Persen

"Jadi biarkan pembentuk undang-undang yang menentukannya. Bagi saya yang selama ini bergerak di bidang hukum tata negara, UUD kita tidak mengatur sistem pemilu,” katanya. 

Penentuan pada pemilu apakah menggunakan sistem proporsional terbuka atau proporsional tertutup, menurutnya tidak diatur oleh konstitusi. Dengan begitu, MK tidak perlu memutuskan sistem tersebut.

“Jadi biarkan pembentuk undang-undang sendiri yang menentukannya. Bagi saya sebagai seorang yang selama ini bergerak di bidang hukum tata negara, meyakini, konstitusi kita tidak mengatur tentang sistem pemilu. Apakah mau proporsional terbuka atau proporsional tertutup semata-mata diserahkan kepada pembentuk undang-undang dalam hal ini adalah DPR, Presiden, serta masukan dari DPD bila mana perlu dan tentu saja partisipasi dari masyarakat” jelas Refly.

Maka sebenarnya, menurut dia harusnya proses perundang-undangan terkait UU Pemilu ini harus dilakukan dengan partisipasi semua stakeholder yang ada. 

“Dan menurut saya bukan diserahkan kepada MK untuk menentukannya,” katanya.

Dijadwalkan, MK akan menggelar sidang lanjutan permohonan uji materi atas penggunaan sistem pemilihan legislatif (pileg) proporsional terbuka, pada Selasa 17 Januari 2023. Di DPR, delapan partai politik menolak kembali ke proporsional tertutup.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya