Jelang Pemilu 2024, Pegiat Medsos Diingatkan Jangan Jadi Penyebar Hoaks

Ilustrasi petugas KPPS melakukan penghitungan suara di Pemilu serentak 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA Politik - Pegiat media sosial atau medsos diminta bisa berkontribusi positif jelang dan selama Pemilu 2024. Jangan sampai pegiat medsos malah jadi pelaku penyebar informasi hoaks terkait Pemilu.

Sosok Herimen, Jenderal Bintang 2 Polri yang Pernah Tembak Kaki John Kei

Demikian dibahas dalam dialog publik "Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas dan SARA Pada Pemilu 2024" di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan agar semua pihak bisa bijak dan belajar dari pengalaman sebelumnya. Ia bilang seperti itu agar  suasana politik tetap teduh selama pelaksanaan Pemilu 2024.

Bareskrim Tangkap 142 Tersangka dan Minta Blokir 2.862 Website Judi Online

"Sudah cukup dengan pengalaman masa-masa lalu mari kita bijak menjaga suasana tetap kondusif menjelang Pemilu 2024," kata Dedi.

Pun, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asyari menyampaikan, media sosial jadi paling dominan ditemukannya informasi negatif. Hasyim menyoroti area medsos mudah untuk lakukan provokasi kemudian  diviralkan. Imbasnya berdampak dengan penggiringan opini.

Kontestasi Tak Hanya Berebut Kursi dan Dibagi-bagi, Alasan Ganjar Tak Mau Gabung Pemerintah

Ia menyebutkan, distribusi informasi terkait Pemilu 2024 cenderung lebih ramai dan banyak beredar di media sosial sebesar 89 persen. Sementara, sisanya hanya 11 persen di media massa.

Hasyim mengatakan, pihaknya punya staregi dengan melakukan counter issue di medsos KPU. Selain itu, KPU juga menampilkam cek fakta hoaks di laman kpu.go.id.

Meski demikian, dia menilai masih perlu adanya aturan yang melibatkan pemilik platform dan kolaborasi multi pihak dalam pembagian peran.

Dia lalu mengutip data Kemen Kominfo dan Bawaslu, bahwa konten ujaran kebencian paling banyak digunakan untuk mempengaruhi pemilih. Selanjutnya, konten disinformasi.

"Dalam patroli kampanye negatif, Facebook menjadi media sosial paling banyak ditemukan," jelas Hasyim.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo

Photo :
  • Istimewa

Sementara, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan ada kecerobohan individu tertentu dalam berkomunikasi yang menyinggung psikologi massa. Lalu, di sisi lain ada pemahaman yang belum tuntas soal bagaimana menjaga toleransi dan eksistensi tiap identitas dalam ruang lingkup NKRI.

Maka itu, kata Rahmat, Bawaslu akan mengoptimalkan pengawasan dengan melibatkan masyarakat. Selain itu, mengoptimalkan gugus tugas pengawasan.

"Masyarakat harus proaktif mencari kebenaran, turut menyebarkan informasi benar dan positif terkait pemilu, dan melaporkan jika melihat pelanggaran," tutur Rahmad.

Lebih lanjut, ia menyebut ada 5 besar hatespeech yang mendominasi narasi medsos. Kelimanya yakni Sistem pemilu tertutup adalah kemunduran demokrasi. Lalu, ada pernyataan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun terkait Firaun.

Selain itu, ada WN China diberi KTP jelang Pemilu. Kemudian, penyelewengan pemerintah dalam UU Desa dan dugaan manipulasi data oleh KPU.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya