Survei LSI: Partai Islam Merosot karena Capres Berlatar Santri Tidak Ada

Bendera partai-partai politik. (Ilustrasi)
Sumber :
  • Antara/ Fanny Octavianus

VIVA Politik – Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ade Mulyana, mengungkap sejumlah penyebab utama yang membuat dukungan terhadap partai berbasis Islam terus merosot sampai saat ini. 

DKPP Terima Ratusan Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu sepanjang 2024

Pada pemilu tahun 2024 ini juga, hasil LSI menyebut partai-partai berbasis Islam semakin melorot suaranya. Padahal, pemilih muslim di Indonesia sebanyak 87 %.

Penyebab pertama, kata dia, karena adanya depolitisasi Islam pada era Orde Baru selama 20 tahun mulai tahun 1978 sampai 1998. Semua partai politik saat itu harus menganut asas Pancasila.

Oposisi Diperlukan agar Ada yang Mengingatkan kalau Ada Penyimpangan, Menurut Pakar BRIN

"Contohnya PPP satu-satunya partai berbasis Islam harus mengubah asasnya dari Islam menjadi Pancasila dan harus mengubah lambangnya dari Kab’ah menjadi bintang waktu itu," kata Ade dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 17 Maret 2023. 

Kedua, perlakuan secara massif dan keras untuk pendidikan P4 yaitu Pedoman Pengharapan dan Pengamalan Pancasila. Pendidikan P4 ini ditujukan untuk semua siswa dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. 

Prabowo Mau Buat Presidential Club, Ganjar: Bagus-bagus Aja

"Ini yang membuat pesona partai Islam menyusut drastis. Dari Pemilu 1955 atau pemilu sebesar 43 % terus merosot di bawah 40 % dan bahkan saat ini nanti di 2024 dukungannya jika ditotal di bawah 25 %," ungkapnya.

Penyebab selanjutnya yaitu absennya calon presiden (capres) yang berlatar belakang santri yang kuat. Padahal, kata Ade, capres yang kuat itu merupakan modal partai untuk memenangkan pemilu. 

"Kalau kita lihat Pilpres 2004 lalu, tidak ada capres yang kuat berlatar belakang santri. Bahkan Amien Rais di 2004 itu harus tersisih di putaran pertama. Di tahun 2004 memang tidak ada capres yang berasal dari santri atau punya ikatan kuat dengan partai Islam. Ini adalah penyebab mengapa partai Islam cenderung tidak moncer suaranya," jelas Ade. 
 
Kemudian, penyebab terakhir yaitu tidak adanya inovasi baru dari partai-partai Islam. Ade menjelaskan, masalah ini sebetulnya juga dialami oleh partai terbuka atau nasionalis.

Hanya saja, partai yang berbasis terbuka atau nasionalis ini mampu mengatasinya dengan mencalonkan sosok yang kuat sebagai calon presiden (capres).

"Meskipun ini sebenarnya partai terbuka mengalami hal yang sama, tapi bedanya partai yang berbasis nasionalis atau terbuka mereka punya capres yang kuat untuk mengangkat partai," ujarnya.

"Jadi kalau kita lihat dulu partai Islam seperti PKS, jargonnya bersih dan peduli. Tapi sejak ada kadernya tersandung korupsi, begitu dengan partai Islam lain jadi memang tidak ada bedanya partai Islam dan nasionalis. Sejak itu dukungan partai Islam bukan menguat, tapi justru cenderung turun dari pemilu ke pemilu lainnya," pungkas Ade. 

Sebelumnya diberitakan, LSI Denny JA memprediksi dukungan suara terhadap partai berbasis Islam akan lebih rendah dibandingkan partai nasionalis atau terbuka pada Pemilu 2024

Hal itu diungkap setelah LSI Denny JA membagi belasan partai dalam empat segmen. Dimulai dari partai berbasis Islam yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang rakyat (Gelora) dan Partai Ummat.

Sedangkan yang dipersepsikan partai terbuka atau nasionalis yaitu PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Persatuan Indonesian Raya (Perindo), PSI, Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Buruh dan Partai Kebangkitan  Nasional atau PKN.

Dalam segmen pertama, partai papan atas atau partai yang memiliki dukungan di atas 10 persen. Hanya ada tiga partai nasionalis yang masuk dalam segmen partai papan atas ini yakni PDIP dengan elektabilitas 22,7 persen, dilanjutkan Golkar 13,8 persen dan Gerindra dengan elektabilitas 11,2 persen.

Kemudian, segmen partai papan tengah atau partai dengan dukungan 4-10 persen. Kata Ade, ada dua partai berbasis Islam yang masuk segmen papan tengah dan dua lainnya adalah partai nasionalis.

"PKB dengan elektabilitas 8 % dan PKS 4,9 %. Sedangkan partai nasionalis ada Demokrat 5 persen dukungannya dan Nasdem dengan dukungan 4,4 %. Jadi dari 4 partai yang masuk kategori papan tengah," jelasnya.

"Di kategori papan bawah atau perolehan dukungan 1 sampai 4 % itu ada 2 partai Islam dan satu lainnya nasionalis. Dua partai Islam itu pertama, PPP dengan 2,1 %, PAN 1,9 %. Kemudian partai yang dikategorikan nasionalis, Perindo dengan dukungan 2,8 %," sambung Ade.

Terakhir ada segmen partai burem atau perolehan dukungan nol koma. Ada 3 partai Islam yang masuk kategori ini antara lain, Partai Bulan Bintang (PBB) dengan 0,3 %, Partai Ummat 0,3 % dan Partai Gelora 0,1 %.

Sementara untuk partai nasionalis yaitu PSI dengan dukungan 0,5 %, Garuda dengan dukungan 0,3 %, lalu Partai Hanura dengan 0,1 %, Partai Buruh 0,1 %, dan terakhir PKN 0,1 %.

Ade menjelaskan, dari hasil keseluruhan survei LSI Denny JA pada periode Januari 2023 lalu, partai yang berbasis Islam memperoleh total dukungan 17,6 %. Sedangkan partai terbuka atau nasionalis mencapai 61,0 % dukungannya.

"Dengan hasil seperti itu, pada Pemilu 2024 kita memprediksi bahwa total dukungan atas partai berbasis Islam potensial terkecil sepanjang sejarah partai Islam ikut Pemilu terbuka dan secara demokratis," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya