Elite Gerindra: Menggunakan Isu HAM untuk Politik Merendahkan Marwah Hak Asasi Manusia

Ilustrasi/Perjuangan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Sumber :
  • Antara/Akbar Nugroho Gumay

Jakarta – Juru Bicara Partai Gerindra Bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Konstitusi Munafrizal Manan mengatakan bahwa nilai-nilai HAM terlalu mulia untuk sekadar dijadikan sebagai komoditas politik.

Pilgub Banten 2024 Tanpa Calon Perseorangan

Munafrizal menyampaikan hal tersebut menyikapi isu HAM yang dipakai sebagai isu politik musiman untuk menyerang bakal calon presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Menggunakan isu HAM untuk tujuan kepentingan politik pemilihan presiden justru merendahkan marwah hak asasi manusia itu sendiri. Nilai-nilai HAM terlalu mulia untuk sekadar dijadikan sebagai komoditas politik," kata dia dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023.

PDIP: Megawati Bertemu Prabowo pada 17 Agustus

Aremania tuntut Pelanggaran HAM Berat di Kanjuruhan.

Photo :
  • VIVA/Lucky Aditya

Menurut Munafrizal, sikap menuduh seolah-olah seseorang sudah pasti bersalah tanpa adanya putusan lembaga peradilan yang sah merupakan perbuatan yang justru mencederai prinsip HAM.

Sekjen Gerindra: Prabowo Akan Menepati Janjinya setelah Dilantik

"Makin isu HAM dipolitisasi untuk kepentingan politik, makin menimbulkan sikap antipati di kalangan publik luas. Makin isu HAM diperdebatkan, ternyata makin menjauh dari upaya menemukan penyelesaian final terbaik bersama yang berkeadilan untuk semua," ucapnya.

Dia menjelaskan, pelanggaran HAM yang berat merupakan domain hukum, sehingga harus berdasarkan pada fakta dan bukti yuridis yang sangat kuat. Dalam hukum pidana, pembuktian hukum tidak boleh sedikit pun ada keraguan yang beralasan (beyond reasonable doubt).

"Apalagi yang tidak beralasan, dan juga pembuktian hukumnya harus lebih terang daripada cahaya (in criminalibus, probationes bedent esse luce clariores), sehingga kebenaran materiil hukumnya tak terbantahkan," kata alumnus LLM International Human Rights Law and Criminal Justice, Universiteit Utrecht, itu.

VIVA Militer: Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto Djojohadikusumo

Photo :
  • Youtube

Oleh sebab itu, ucap Munafrizal, menuduh seseorang sebagai pelaku pelanggaran HAM berat harus memenuhi syarat teknis hukum yang tidak mudah.

"Itulah mengapa pendekatan yudisial yang telah pernah dilakukan dalam perkara Tanjung Priok, Timor-Timur, Abepura, dan Paniai, justru berujung dengan putusan pengadilan HAM yang membebaskan para terdakwa. Dan putusan pengadilan selalu menimbulkan perdebatan pro-kontra baru," katanya.

Munafrizal mengingatkan, tidak ada kesimpulan hukum dan putusan hukum yang menyatakan Prabowo Subianto bersalah. Dengan begitu, menganggap dan memperlakukan ia seolah-olah nyata bersalah menurut hukum adalah tidak adil. "Padahal, setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang adil," katanya.

Salah satu aktivis mahasiswa 1998 itu meyakini bahwa tidak semua rakyat Indonesia terpengaruh oleh modus politisasi isu HAM terhadap Prabowo.

"Buktinya Prabowo Subianto didukung rakyat sebanyak 62.576.444 suara (46,85 persen) dalam Pilpres 2014 dan sebanyak 68.650.239 (44,50 persen) suara dalam Pilpres 2019," ujarnya.

Dia menambahkan, peristiwa 1997 atau 1998 tidak terlepas dari kompleksitas sejarah. Ia mendorong agar setiap pihak menilai sejarah secara proporsional, sebab masa lalu tetap akan menyertai kehidupan manusia dan masa depan juga perlu di songsong.

"Mari hentikan segala ujaran kebencian, rasa permusuhan, dan benih perpecahan. Kita harus senantiasa menjaga perdamaian dan persatuan RI yang sangat besar, kaya, dan indah ini, yang memiliki potensi menjadi negara maju dan makmur pada masa depan," katanya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya