Sumber :
- Antara/Puspa Perwitasari
VIVA.co.id
- Komisi Pemilihan Umum (KPU) diperingatkan agar tak memperpanjang atau memperuncing konflik internal Partai Golkar. Soalnya sikap KPU yang tak mematuhi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur dapat memicu konflik meluas hingga ke daerah.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Bambang Soesatyo berargumentasi, putusan PTUN sudah jelas mengesahkan kepengurusan kubu Aburizal Bakrie (ARB) dan membatalkan kepengurusan Agung Laksono. Kepengurusan ARB, berdasarkan putusan Pengadilan, sah menjadi partai politik peserta Pilkada 2015.
Kalau KPU masih kukuh berpedoman pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengakui kepengurusan Agung Laksono, kata Soesatyo, itu berarti memperpanjang masalah.
“Jangan salahkan kader-kader Golkar di tingkat akar rumput menduduki kantor KPU di daerah-daerah jika Golkar tidak dapat mengikuti pilkada serentak,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima
VIVA.co.id
pada Kamis, 21 Mei 2015.
Anggota Komisi III DPR itu juga mengingatkan Pemerintah agar tak membuat konflik berlarut-larut atau bahkan membiarkan. Kalau sampai hal itu terjadi, DPR pasti membuat sikap tegas.
Dia mengimbau seluruh kader Partai Golkar dari pusat hingga daerah melawan dengan cara yang tidak melanggar hukum terhadap segala gerakan politik dari kubu Munas di Ancol, Jakarta, dengan Ketua Umum Agung Laksono. “Karena (Munas Ancol) itu liar. PTUN sudah membatalkan SK Menkumham yang mengesahkan kepengurusan kubu Munas Ancol.”
Pandangan KPU
PTUN Jakarta Timur membatalkan keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono pada Senin, 18 Mei 2015. Pengadilan juga memutuskan bahwa kepengurusan hasil Munas di Pekanbaru, Riau, tahun 2009, dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie, masih berlaku.
Menurut hakim, putusan yang menyatakan kepengurusan hasil Munas Pekanbaru masih berlaku demi mengisi kekosongan sebagai akibat objek putusan Menkumham yang dibatalkan. Putusan diberikan sebagai perlindungan hukum dan kemungkinan intervensi pemerintah.
Pengadilan, hakim menyatakan, tidak boleh membiarkan hak partai politik mengikuti agenda politik nasional dirampas oleh negara, terutama untuk mengikuti pilkada.
KPU menyatakan belum bisa memproses kepengurusan Partai Golkar yang sah. Anggota KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, karena putusan PTUN digugat, maka belum inkracht atau memiliki kekuatan hukum tetap. Namun ada putusan sela yang tidak digugat sehingga menjadi dasar bahwa belum ada satu pun kepengurusan yang diakui.
Anggota KPU lainnya, Arief Budiman, mengatakan karena ada proses banding, putusan PTUN Jakarta Timur belum inkracht. “Kalau dibanding, ya, ditunda sampai putusan tetap. Harus ditunggu sampai ada putusan hukum tetap," katanya.
Dia berpedoman pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Baca Juga :
Beda Ahok dengan Risma soal Gusur Menggusur
Baca Juga :
Modus Penyelewengan Petahana di Pilkada
Baca Juga :
Pilkada Serentak 2017, Ini Harapan Bawaslu
Politikus Budi Supriyanto Didakwa Disuap Ratusan Ribu Dolar
Suap itu disebut untuk usulan program aspirasi DPR.
VIVA.co.id
11 Agustus 2016
Baca Juga :