Soesatyo: Jokowi Tolak Dana Aspirasi Berarti Malas Mengawasi

Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVA.co.id - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang Soesatyo, meragukan komitmen Presiden Joko Widodo dalam upaya mempercepat pembangunan nasional. Pasalnya, Presiden menolak usulan dana aspirasi atau yang secara resmi disebut Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) dengan alasan anggaran itu rawan dikorupsi.

Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina

Menurut Soesatyo, sikap Presiden itu adalah jalan pintas alias tak mau repot. Menolak dengan alasan takut dikorupsi berarti melepaskan tanggung jawab melakukan pengawasan pembangunan. Sikap seperti itu sama saja dengan rezim pemerintahan sebelumnya.

"Argumen para menteri bahwa dana aspirasi rawan dikorupsi sebenarnya bentuk lain dari pengakuan pemerintah bahwa pengawasan pembangunan masih jauh dari efektif. Untuk menutup-nutupi kemalasan dan ketidakmampuan melakukan pengawasan itu, dipilih jalan pintas dengan upaya menolak dana aspirasi anggota DPR," katanya melalui siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Minggu, 28 Juni 2015.

Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka

Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI itu menjelaskan, praktik korupsi bukan karena programnya, melainkan efektif atau tidak pengawasannya. Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa rendahnya efektivitas pengawasan menjadi penyebab utama maraknya korupsi. Agenda dan tema pengawasan yang sering didengungkan selama ini hanya sarana pencitraan.

Soesatyo berargumentasi, peluang penyalahgunaan dana aspirasi nyaris tidak ada, karena dana itu dialokasikan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR

"Tidak sepeser pun bersentuhan dengan anggota DPR. Apalagi pemanfaatannya diawasi langsung oleh masyarakat setempat," ujarnya berdalih.

"Kalau Jokowi berambisi meningkatkan efektivitas pengawasan pembangunan, dana aspirasi DPR mestinya dijadikan tantangan," katanya.

Efektivitas pengawasan pembangunan pasti bisa ditingkatkan jika pemerintah tidak malas. Instrumen pengawasan dana aspirasi DPR bisa melibatkan inspektorat jenderal pada setiap pemerintahan provinsi, BPK dan BPKP tingkat provinsi. Kalau perlu, pengawasan atas pemanfaatan dana aspirasi DPR itu juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat yang kredibilitasnya sudah teruji.

"Perilaku malas dan ketidakmampuan bisa ditutupi dengan cara apa pun. Namun, kemalasan dan ketidakmampuan pemerintah itu tidak boleh mengorbankan kepentingan rakyat."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya