Sumber :
- REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id
- Pengamat Politik Universitas Sam Ratulangi, Fery Liando, menilai reshuffle kabinet Jokowi sarat kompromi sehingga tidak cukup menjanjikan. Menurutnya, kompromi politik tampak pada bertambahnya menteri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
“Reshuffle menteri yang dilakukan Jokowi bakalan tidak akan memberikan dampak luar biasa. Hal itu disebabkan, reshuffle lebih mempertimbangkan kompromi politik ketimbang memperbaiki kinerja kementerian. Kompromi politik tampak pada penambahan kader PDIP di kabinet,” ujar Ferry kepada VIVA.co.id, Kamis 13 Agustus 2015.
Baca Juga :
Komentar Rekan soal Wiranto Jadi Menko Polhukam
Baca Juga :
Menhub Baru Tak Mau Dibandingkan dengan Jonan
Dia juga menyentil permintaan PDIP untuk menambahkan satu kader di kabinet terwujud dan Partai Nasdem berkurang satu. Kompromi politik yang kedua adalah penempatan Sofjan Djalil sebagai Menteri Perencanaan Nasional dan Kepala Bappenas.
“Harusnya yang bertanggung jawab atas kegagalan tim ekonomi dalam kabinet adalah Sofjan Djalil. Tapi ironisnya, tim ekonomi lain diganti tapi yang bersangkutan tidak diganti. Malah mendapat jabatan strategis yaitu Menteri Perencanaan dan Kepala Bappenas,” ujarnya.
Sofyan Djalil tetap bertahan kemungkinan hasil kompromi politik dengan Jusuf Kalla, karena Sofyan Djalil adalah kerabat dekat Jusuf Kalla. Penempatan Luhut Panjaitan sebagai Menkopolhukam merupakan sebuah kompromi balas jasa politik, sebab Luhut mantan tim sukses Jokowi.
“Jika kompromi politik lebih dominan ketimbang memperbaiki kinerja kementerian maka saya sangsi apakah perombakan ini bisa berhasil,” ujarnya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Dia juga menyentil permintaan PDIP untuk menambahkan satu kader di kabinet terwujud dan Partai Nasdem berkurang satu. Kompromi politik yang kedua adalah penempatan Sofjan Djalil sebagai Menteri Perencanaan Nasional dan Kepala Bappenas.