PPP Tak Setuju Penyadapan KPK Harus Izin Dewan Pengawas

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur

VIVA.co.id – Juru Bicara Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, mengatakan fraksinya di DPR memang tidak menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, lanjut dia, Fraksi PPP akan memberi catatan atas sejumlah hal, termasuk soal penyadapan yang tidak perlu izin Dewan Pengawas KPK.

Gerindra: RUU Keamanan Nasional Perlu, Jangan Fobia Militer

"Artinya jika mayoritas fraksi tetap pada posisi untuk  melakukan pembahasan revisi dan pemerintah juga  jelas sikapnya untuk membahasnya maka PPP tidak keberatan. Namun PPP memberikan catatan sebagai syarat untuk pembahasan," kata Arsul di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 17 Februari 2016.

Anggota Komisi III ini mengatakan, dalam pembahasan revisi nanti, PPP meminta beberapa hal menjadi catatan. Pertama, pemerintah dan DPR harus transparan kepada publik soal poin-poin yang dibahas. Kedua, Dewan Pengawas hanya sebagai lembaga etik atau pemeriksa kepatuhan bukan sebagai pemberi izin penyadapan. Ketiga, mekanisme penghentian penyidikan tidak perlu dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) namun bisa dilakukan dengan keputusan pengadilan jika diperlukan.

Dukung Penolakan Revisi UU, Rhoma Irama Sambangi KPK

"DPR dan pemerintah dalam pembahasan harus membuka ruang luas untuk publik menyampaikan pandangan, kritik dan masukannya," katanya.

PPP kata dia menginginkan penyadapan tanpa harus seizin Dewan Pengawas. Namun penyadapan yang dilakukan KPK akan diaudit oleh pengawas tersebut. Partai Kabah juga menyetujui penegasan poin penyidik independen sehingga KPK bisa merekrut sendiri untuk posisi tersebut.

Biarkan KPK Bekerja dengan Undang-Undang yang Ada

"Tentu tidak menutup kemungkinan meminta penyidik Polri, Kejaksaan atau PPNS dari instansi yang sudah diberi kewenangan oleh undang-undang," katanya.

Menjelang keputusan revisi UU KPK di Sidang Paripurna DPR, Besok, Kamis 18 Februari 2016, penolakan terhadap amandemen UU itu semakin kencang. Penolakan juga datang dari sejumlah fraksi di DPR seperti Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS.

Politikus Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, menduga proses persetujuan revisi Undang-Undang KPK bakal alot. Fraksi Gerindra berencana meminta pemungutan suara atau voting untuk menentukan kelanjutan nasib revisi.
 
"Kami akan minta agar ada pemungutan suara, voting supaya publik tahu bahwa kami konsisten. Bukan ingin dapat pujian atau gimana, ini prinsip," kata Supratman hari ini.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya