Jokowi Bisa Dimakzulkan Jika Sewenang-wenang Bubarkan Ormas

Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum PBB.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra tidak setuju dengan usulan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, terkait pembubaran organisai massa, atau ormas melalui Keputusan Presiden, atau Keppres.

Buka Musrenbangnas 2024, Jokowi Ingatkan Pemerintah Daerah Harus Seirama dengan Pusat

Menurut Yusril, usulan itu menyimpang jauh dari norma hukum positif yang berlaku, yakni Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, usai bertemu pimpinan redaksi media, lanjut Yusril, Joko Widodo mengatakan, akan menggebuk ormas yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Bikin Kaget, Jokowi Tiba-tiba Hampiri Wartawan dari Belakang

"Membubarkan ormas dengan cara ‘menggebuk’, jika hal itu diartikan sebagai tindakan di luar hukum positif yang berlaku, akan membawa implikasi politik yang luas," kata Yusril dalam keterangan persnya, Jumat 19 Mei 2017.

Implikasi itu, mengingat sumpah jabatan Presiden mengatakan, akan berlaku adil. Selain itu, dalam sumpah seorang Presiden itu adalah memegang teguh UUD 1945, undang-undang, dan segala peraturannya dengan selurus-lurusnya.

Resmikan Pendidikan Dokter Spesialis, Jokowi: Banyak Keluhan dari Daerah

"Pelanggaran sengaja atas sumpah jabatan, bisa membuka peluang bagi pemakzulan," kata Yusril.

Maka, jika pembubaran ormas melalui Keppres, berarti tidak menunggu putusan pengadilan. Padahal, sesuai aturan di UU Nomor 17 Tahun 2013 itu, tidak bisa ormas dibubarkan tanpa persetujuan pengadilan.

Yusril menjelaskan, dalam negara hukum yang demokratis sebagaimana dianut oleh UUD 1945, tidak ada tindakan penyelenggara negara yang dapat dilakukan tanpa landasan hukum yang jelas.

"Karena itu, kita wajib mencegah dibukakannya pintu bagi Presiden untuk bertindak sewenang-wenang di luar hukum. Kecuali, ada situasi sangat genting yang memaksa presiden untuk mengambil langkah revolusioner dalam keadaan yang tidak normal untuk menyelamatkan bangsa dan negara," katanya.

Saat ini, pemerintah dalam posisi membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), karena diduga bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Namun, berdasarkan UU Ormas, tindakan pemerintah itu tidak bisa serta-merta berlaku, karena harus ada proses di pengadilan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya