Pilkada Jawa Timur 2018

Golkar Masih 'Lelang' Emil Dardak Jadi Pendamping Khofifah

Bupati Trenggalek, Emil Dardak, bersama istri, Arumi Bachsin.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA – Golkar sudah mantap mengusung Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sebagai calon Gubernur Jawa Timur untuk Pilkada 2018 mendatang. Golkar pun menyodorkan nama kadernya untuk diusung menjadi pendamping Khofifah sebagai kandidat wakil gubernur.

Zulhas Yakin Ridwan Kamil Maju Pilgub Jakarta Bukan Jabar

"Sementara wakilnya kita sedang melakukan kajian dan komunikasi dengan saudari Khofifah sendiri dengan partai-partai yang sudah ada," kata Sekjen DPP Partai Golkar, Idrus Marham di kantor Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat, 27 Oktober 2017.

Idrus menuturkan, ada beberapa yang dimunculkan dan sedang dibahas dalam internal partai. Ada nama Bupati Trenggalek Emil Dardak. Kemudian, ada beberapa kader Partai Golkar yang masuk dalam bursa calon Wakil Gubernur Jatim tersebut.

DPR Sebut UU Kementerian Negara Sudah Usang, Perlu Direvisi

"Dari sekian nama tentu kita akan kaji, mana yang memiliki potensi berkontribusi di dalam pemenangan sekaligus berkontribusi di dalam sukseskan kepemimpinan Khofifah. Ada beberapa dari bupati yang aktif misalkan saudara Emil Dardak," ujarnya.

Target 60 Persen

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi Usung Jaro Ade di Pilkada Kabupaten Bogor

Sejauh ini, Partai Golkar menargetkan kemenangan bagi kader yang diusung maju dalam Pilkada serentak 2018. Target 60 persen menang dari 171 daerah. "Kita punya target pada pemenangan Pilkada 2018 adalah dari 171 (kita target 60 persen (menang)," ujar Idrus.

Idrus menuturkan, perkembangan calon yang diusung Partai Golkar dari 171 kader sudah lebih 100 orang yang sudah ditentukan sebagai calon kepala daerah di Indonesia.

"Masih ada beberapa daerah yang membutuhkan komunikasi politik terutama dalam rangka pembentukan koalisi, sekaligus menyeleksi calon-calon yang ada," katanya.

Secara prinsip, Partai Golkar selalu mengedepankan kadernya untuk maju sebagai calon kepala daerah. Namun, kata dia, tentunya dalam proses seleksi itu dilakukan survei dengan mendengar aspirasi masyarakat mengenai elektabilitas kader tersebut.

"Nah, itulah sebabnya kenapa beberapa daerah terpaksa kader ya kita tidak calonkan di urutan nomor satu, tapi kita urutkan di nomor dua. Kenapa, karena memang berdasarkan pada aspirasi berdasarkan hasil survei yang ada," ujar Idrus. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya