Sri Mulyani Tolak Anggapan Ekonomi RI Anut Liberalisme

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, sistem ekonomi Indonesia saat berada di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah sesuai dengan nilai-nilai yang tercermin dari Pancasila, baik dari fiskal, moneter, maupun mekanisme pasarnya.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Dia mengatakan, hal itu dapat dilihat dari bagaimana peran negara masuk dalam ketiga ranah tersebut, sehingga tidak bisa diserupakan sistem pemerintahan yang menganut ekonomi liberalisme sempurna, kapitalisme, maupun sosialisme.

Bahkan, dia menegaskan bahwa sistem ekonomi RI tidak hanya menyerap nilai Pancasila dari sila kelima saja, yakni berbunyi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, melainkan menyerap keseluruhan nilainya. Hal itu tercermin dari bantuan sosial pemerintah kepada rakyat miskin.

Sri Mulyani Janjikan Insentif ke Perusahaan Peduli Perubahan Iklim

"Cash transfer dari pemerintah itu meningkat dari 1,6 juta jadi 3 juta, dan sekarang jadi 10 juta keluarga miskin dapatkan cash transfer. Jumlahnya pun dinaikkan agar anak sekolah bisa sekolah, dan untuk kesehatan maupun gizi," jelas Sri Mulyani.

Ani panggilan akrab Sri Mulyani, menuturkan, dari kebijakan yang diambil tersebut merupakan pengejewantahan Pancasila yang tidak hanya soal keadilan sosial, tapi juga nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Maksimal 5,5 Persen

Ani mengungkapkan, dari fiskal, yakni dalam pengelolaan APBN, nilai-nilai Pancasila pun dapat terlihat, di mana penerimaan negara melalui pajak telah menganut sistem keadilan, yang mana pendapatan tinggi akan dikenakan pajak tinggi, sedangkan rakyat miskin tidak bayar pajak.

"Sebagai contoh, pajak. Penerimaan pajak kita masih rendah, maka kita reform. Reform kita targetkan dalam breket tinggi maka income tax-nya paling tinggi. Yang menengah masuk ke menengah dan miskin tidak bayar pajak, bahkan diberi dalam bentuk subsidi atau cash transfer," ungkapnya.

Di samping itu, Ani menilai, melalui berbagai kartu yang diluncurkan Presiden Jokowi seperti kartu pintar, kartu sehat, bahkan bantuan non tunai seperti beras atau bahan pokok, menunjukkan peran pemerintah membantu rakyatnya dalam mengurangi ketimpangan. Terbukti dari turunnya gini ratio RI dari sebesar 0,41 menjadi 0,39.

"Dengan demikian saya ingin katakan bahwa APBN sebagai instrumen sangat penting, baik untuk koreksi ketimpangan melalui pajak. Masyarakat juga diberi support melalui kartu pintar, subsidi, beasiswa, kartu sehat dan bahkan memberikan bansos non tunai sepeti beras," tegasnya.

Terakhir, Ani menilai, dengan terserapnya seluruh nilai-nilai Pancasila dalam sistem ekonomi Indonesia saat ini, dia mengharapkan pemerintah dapat mampu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Tidak hanya dengan menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun berkualitas di tengah tekanan global yang terus terjadi akibat normalisasi ekonomi dunia.

"Pemerintah tidak hanya melihat level (pertumbuhan ekonomi), tapi kualitas penting. Kita coba ciptakan growth yang berkualitas, maka gini ratio turun, dari 0,4 menjadi 0,3. Oleh karena itu, kami akan terus gunakan instrumen (ekonomi Pancasila) dalam jaga stabilitas. Karena topik stabilitas penting saat shock terjadi (di eksternal) dan tetap dalam growth yang sesuai instrumen," paparnya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

BPS baru saja merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV-2021 sebesar 5,02 persen dan sepanjang 2021 3,69 persen.

img_title
VIVA.co.id
7 Februari 2022