Kenapa Ada Kebocoran Ekonomi di RI, Begini Penjelasan Menko Darmin

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.
Sumber :
  • Chandra Gian Asmara/VIVA.co.id

VIVA – Usai menyebut adanya kebocoran ekonomi dalam sebuah diskusi yang digelar kemarin, Kamis 2 Agustus 2018 di Jakarta, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, akhirnya memberikan klarifikasi mengenai hal tersebut.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

Darmin mengaku, pernyataannya soal kebocoran ekonomi itu hanya ingin menjelaskan tentang upaya ekspor yang akan menjadi semacam tambahan tenaga, untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan.

"Tapi, kalau devisanya enggak masuk, ya enggak jadi dia menambah tenaga. Jadi dalam bahasa teknis ekonomi itu 'bocor'. Suntikannya enggak jadi. Istilah bocor yang saya sebutkan itu sebenarnya istilah teknis ekonomi," kata Darmin di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat 3 Agustus 2018.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Darmin menjelaskan bahwa mekanisme ekspor yang dianalogikan sebagai upaya 'menambah tenaga' untuk pertumbuhan ekonomi itu, memiliki istilah yang berlawanan dengan impor yang dianggapnya sebagai 'mengurangi tenaga'.

"Jadi semacam ada yang bocor, begitu juga kalau devisa tidak masuk. Makanya ada yang nulis bocor ya kan, tapi enggak pernah dibicarakan lagi dalam konteksnya bagaimana," ujarnya.

Erick Thohir: RI Akan Bangun Kawasan Ekonomi Kesehatan di Bali

Darmin mengatakan, dari angka-angka yang ada, devisa yang masuk setiap tahun itu dari ekspor Indonesia sekitar 80-81 persen, dimana sekitar 19-20 persennya tidak masuk. "Ya di situ bocornya. Tapi bocor bukan dalam pengertian dikorupsi, enggak," kata Darmin.

Selain itu, dari devisa sekitar 80-81 persen tersebut, ternyata devisa yang ditukarkan ke rupiah hanya sekitar 15 persen saja sementara sisanya justru dikonversi ke dalam beberapa format penyimpanan dana.

"Ternyata dari yang masuk 80-81 persen ini, yang ditukarkan ke rupiah itu hanya 15 persen. Sisanya apa? dibikin tabungan valas, deposito, giro. Nah itu juga akan mengurangi dampak dorongannya ke pertumbuhan (ekonomi)," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya