Pengusaha Pelayaran Minta Pemerintah Tegas Terapkan Azas Cabotage

Industri pelayaran di Indonesia
Sumber :
  • VIVA.co.id/Tudji Martudji

VIVA – Adanya usulan untuk membuka keran investasi asing hingga 100 persen pada usaha angkutan multimoda dinilai akan menodai kebijakan azas cabotage di sektor angkutan laut nasional.

Prospek Industri Pelayaran RI Besar, Regulasi Pajak Jadi Harapan

Kebijakan azas cabotage yang tertuang dalam Inpres No 05 tahun 2005 dan Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran juga telah terbukti berperan dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.

Penerapan azas cabotage yang didukung para pelaku usaha pelayaran nasional telah mendorong investasi sektor angkutan laut. Pada 2017, armada pelayaran nasional mencapai 23.823 atau melonjak dari sejak awal diterapkannya asas cabotage pada 2005 yang hanya berkisar 6.041 armada. 

Begini Cara China Bikin Kontainer Sedunia Langka saat Pandemi

Hal ini juga diiringi dengan pertumbuhan perusahaan pelayaran nasional yang pada 2017 telah mencapai 3.760 perusahaan. Dengan kekuatan armada yang cukup besar, sejatinya pelayaran nasional juga telah mampu melayani seluruh pendistribusian kargo domestik. 

Seluruh distribusi kargo domestik pun sudah terlayani oleh kapal nasional dari total kargo sekitar 965 juta ton pada 2017 untuk seluruh wilayah Indonesia.

Investasi Asing di Industri Pelayaran Dinilai Ancam Kedaulatan Maritim

Azas cabotage juga berperan dalam mendorong pertumbuhan sektor terkait pelayaran nasional lainnya. Sedikitnya, terdapat 18 cluster bisnis terkait pelayaran nasional yang terdampak positif dari tumbuh kembangnya armada pelayaran nasional, misalnya galangan kapal, asuransi kapal, hingga sektor sekolah SDM pelaut.

Ketua Umum Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, adanya usulan dari pihak-pihak tertentu untuk merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) pada angkutan multimoda, khususnya sektor angkutan laut merupakan sebuah kemunduran.

“Asas cabotage harus tetap berjalan konsisten, karena sudah terbukti memberikan banyak dampak positif dalam banyak aspek negara. Jadi kalau ada suara atau usulan untuk mengubah DNI di sektor angkutan laut tentunya harus ditolak,” kata Carmelita dikutip dari keterangan resminya Jumat 5 Oktober 2018. 

Menurutnya, pasar dalam negeri Indonesia dengan penduduk nomor 4 terbesar memang sangat menggiurkan investor asing, apalagi di saat pasar dunia yang tengah mengalami kelesuan. Untuk itu, pemerintah harus menempatkan safety dan security nasional di atas segalanya termasuk investasi asing.

Di sisi lain, pelayaran nasional masih memiliki pekerjaan rumah dalam mendorong daya saingnya. Jika DNI pada sektor angkutan laut dibuka hingga 100 persen untuk investasi asing, secara serta merta akan membuat pelayaran nasional akan kembali mengalami kelesuan.

Sementara itu, Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim mengatakan, azas cabotage menegaskan angkutan laut dalam negeri menggunakan kapal berbendera merah putih, dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia.

Kebijakan ini tidak hanya diterapkan di Indonesia. Beberapa negara sudah memberlakukan kebijakan ini. Seperti, Amerika Serikat, Brazil, Kanada, Jepang, India, China, Australia, dan Phillippina.

Terlebih kata Budhi, saat ini Presiden Joko Widodo tengah mencita-citakan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. Cita-cita itu akan terwujud dengan dukungan industri pelayaran nasional yang kuat dengan konsistensi implementasi kebijakan azas cabotage.

“Jadi azas cabotage harus konsisten dijalankan kalau kita mau menuju poros maritim dunia sesuai dengan keinginan Bapak Presiden Joko Widodo.” tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya