Gara-gara Dokumen FinCEN dan Revisi UU BI, Rupiah Melemah

Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Minggu (7/6/2020).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah pada perdagangan Rabu, 23 September 2020. Rupiah kembali melemah ke kisaran atas Rp14.800 per dolar AS.

Bank Indonesia Naikkan BI Rate Jadi 6,25 Persen Demi Stabilkan Rupiah

Baca Juga: Gaet Oracle dan Walmart, Trump Beri Restu TikTok Operasi di AS

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia mematok nilai tengah rupiah hari ini di level Rp14.835 per dolar AS. Jauh lebih tinggi dari nilai tengah kemarin di level Rp14.782.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

Sementara itu, di pasar spot hingga pukul 10.00 WIB, nilai tukar rupiah ditransaksikan di level Rp14.830 per dolar AS. Melemah 0,30 persen dari level Rp14.785 pada penutupan perdagangan kemarin.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan, kondisi pelemahan kembali terjadi akibat munculnya skandal perbankan global akibat bocornya data FinCEN Files.

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

"Pasar tersentak, setelah munculnya skandal perbankan global mencuat setelah FinCEN Files yang berisi sekumpulan dokumen penting nan rahasia di dunia perbankan dan keuangan, bocor ke publik," kata dia dikutip dari analisisnya hari ini.

Dokumen itu, kata dia, berisi 2.500 lembar halaman, sebagian besar adalah file yang dikirim bank-bank ke otoritas Amerika Serikat (AS) antara tahun 1995 sampai 2017. 

Terdapat penjelasan soal bagaimana beberapa bank terbesar di dunia mengizinkan kriminal mentransaksikan uang kotor ke seluruh dunia dan nilainya mencapai sekitar US$2 triliun.  

"Di dalam file tersebut terdapat skandal penggelapan dana hingga pengemplangan pajak dari lembaga keuangan besar dunia," kata Ibrahim.

Sementara itu, dari dalam negeri pelaku pasar keuangan dan investasi domestik dan internasional, dikatakannya, kembali menyoroti upaya revisi undang-undang Bank Indonesia. 

"Menjadi sorotan bagi pelaku pasar baik domestik maupun asing karena mempertanyakan independensi bank sentral yang kemungkinan tidak lagi independen dalam memutuskan kebijakan," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya