OJK Perpanjang Aturan Restrukturisasi Kredit Bank Terdampak COVID-19

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.
Sumber :
  • Repro video Kemenkeu.

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit perbankan terdampak COVID-19. Dari yang semula hingga 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.

OJK dan MUI Sepakat Perkuat Sektor Jasa Keuangan Syariah hingga Perlindungan Konsumen

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan, perpanjangan POJK 11/POJK.03/2020 yang menjadi POJK 48 diperlukan. Agar ada kepastian bagi para pengusaha untuk mengatur likuiditas dan kebijakannya dalam rangka tetap bisa bertahan dan mengalami pemulihan yang lebih cepat.

“OJK bersama Bank Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya terus mencari cara lain agar kita bisa bertahan dalam kondisi apa pun. Bahkan sudah mulai berkembang mempercepat proses recovery,” katanya dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu, 8 September 2021.

Tokoh Hindu Sebut World Water Forum ke-10 Dapat Tingkatkan Perekonomian Warga Bali

Wimboh menyatakan, hal ini sejalan dengan UU Nomor 2 Tahun 2020 yang mengharapkan seluruh kondisi perekonomian sudah kembali normal pada 2023. Termasuk terkait defisit anggaran yang harus kembali ke 3 persen.

“Ini in line dengan stimulus kita yang kita harapkan pada 2023 sudah normal kembali semuanya dan untuk itu ini perpanjangan menjadi 2023 sangat relevan,” ujarnya.

Punya Sejarah Dengan PAN, Airin Harap Kembali Didukung Pilgub Banten

Dia menjabarkan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga memberikan waktu kepada perbankan untuk membentuk cadangan yang cukup untuk mencegah terjadinya cliff effect.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menambahkan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit harus dilakukan. Mengingat pandemi COVID-19 belum selesai bahkan bermunculan varian baru.

Ia menjelaskan, perpanjangan ini dilakukan untuk menjaga momentum perbaikan kinerja debitur. Kemudian, menjaga stabilitas kinerja perbankan sekaligus menghindari potensi gejolak saat POJK 48 berakhir.

“POJK 48 perlu diteruskan supaya kita bisa menjaga momentum yang kemarin di kuartal II pertumbuhan ekonomi kita sudah cukup baik di 7,07 persen dan stabilitas perbankan juga masih terjaga,” katanya.

Perpanjangan juga dilakukan sebagai bagian dari kebijakan countercyclical. Sehingga menjadi salah satu faktor pendorong untuk menopang kinerja debitur, perbankan, serta perekonomian secara umum.

Lebih lanjut menurutnya, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit dilakukan untuk memberikan kepastian baik bagi perbankan maupun pelaku usaha. Khususnya, dalam menyusun rencana bisnis tahun 2022 sehingga dapat lebih tepat dalam menata arus keuangan.

“Agar mereka bisa mengambil ancang-ancang karena pada September mereka sudah mulai membuat rencana bisnis,” tegasnya. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya