Langkah Jaksa Agung Dalam Pengelolaan Dana Desa Agar Tepat Sasaran
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin melakukan pertemuan dengan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar di Kejaksaan Agung pada Selasa, 14 Juni 2022.
Jaksa Agung menyampaikan terima kasih kepada Menteri Desa PDTT atas kepercayaan dan kerja sama yang baik telah terjalin selama ini.
Menurut dia, Kejaksaan sebagai mitra desa mempunyai ‘Program Jaga Desa’. Tujuannya, untuk melakukan asistensi, bimbingan, dan penyuluhan hukum pada aparatur desa dan masyarakat.
Baca juga: Menteri Muhajir: Kemiskinan Ekstrem di Indonesia Ibarat Kerak Nasi
Burhanuddin mengatakan apabila telah diberikan pemahaman dan pengetahuan tentang tata kelola dana desa, diharapkan tidak ada lagi Kepala Desa terjerat masalah hukum, dan tentu kita tidak ingin hal tersebut terjadi.
“Hal tersebut merupakan solusi preventif untuk meminimalisir terjadi penyimpangan pengelolaan/penggunaan dana desa,” kata Burhanuddin melalui keterangannya, dikutip Rabu 15 Juni 2022.
Oleh karena itu, kata dia, dalam rangka mewujudkan ketahanan ekonomi nasional, desa sebagai benteng pertahanan utama dalam menggulirkan ekonomi kerakyatan. Begitu juga untuk mewujudkan Indonesia Bersih, desa juga menjadi teladan karena yang paling dekat dengan masyarakat.
Selain itu, Burhanuddin mengatakan perlu dibentuk Tim Terpadu atau Tim Asistensi Gabungan dari Kemendes PDTT dan Kejaksaan RI. Harapannya, tim ini bekerja efektif untuk mengevaluasi pengelolaan dana desa.
“Sehingga ke depan penggunaan dana desa bisa lebih efisien, tepat guna dan akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan) penggunaan dana desa dimaksud,” jelas dia.
Sementara Menteri Desa PDTT, Abdul Halim menjelaskan bahwa Kementerian Desa PDTT disamping mengelola dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), juga ada dana dari kementerian yang sifatnya program.
Yaitu, kata dia, PNPM-MPD (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan) mulai sejak 1998 sampai sekarang di 5.300 kecamatan, 404 kabupaten/kota, dan 33 provinsi. Kecuali Jakarta, saat ini keseluruhannya mengelola sekitar Rp13 triliun modal awalnya kurang lebih Rp3 triliun.
“Tentu dalam pelaksanaan program tersebut, banyak mengalami permasalahan di lapangan terkait dengan legalitas lembaga yang dibentuk, struktur organisasi yang mengelola termasuk dalam pengelolaan keuangan karena ketidaktahuan lebih banyak, dan berharap Kejaksaan Agung dengan jajarannya dapat membantu kegiatan dimaksud,” tandasnya.