BBM Subsidi Banyak Dikonsumsi Orang Mampu, Indef: Tidak Adil

Petugas SPBU mengganti papan Harga BBM.
Sumber :
  • VIVA/Foe Peace Simbolon

VIVA Bisnis – Pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selama ini belum sesuai dengan prinsip keadilan. Demikian diungkapkan Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya 

Deretan Motor Honda yang Bensinnya Super Irit per Mei 2024

Menurutnya, angka konsumsi masih didominasi masyarakat mampu. Ia menjabarkan, 80 persen pertalite dan 95 persen solar dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu.

"Sehingga tidak sesuai dengan prinsip distribusi dan keadilan," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Rabu, 7 September 2022.

Ini Pertimbangan Komisi B DPRD DKI Bahas Kenaikan Tarif Transjakarta

Demo Buruh Tolak Kenaikan Harga BBM

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Berly mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah harus membuat penyesuaian harga BBM, di antaranya pemulihan ekonomi setelah COVID-19 reda dan invasi Rusia ke Ukraina yang mendorong kenaikan harga minyak dunia hingga menembus angka 100 dolar AS per barel.

Polusi Naik Lagi, Komisi B DPRD DKI Beberkan Dampak Armada Bus Pakai BBM

Menurutnya, kompensasi yang dianggarkan dalam APBN 2022 sebesar Rp18,5 triliun tidak cukup untuk menjaga harga solar dan pertalite.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, alokasinya pun ditambah menjadi Rp 252,4 triliun. Namun, angka penambahan itu ternyata masih tidak cukup, sehingga diperkirakan perlu tambahan anggaran untuk subsidi BBM sebesar Rp 195,6 triliun sampai akhir tahun ini.

"Anggaran kompensasi BBM sebesar Rp 448,1 triliun mendekati 15 persen dari APBN 2022 alias melebihi semua kategori belanja lain kecuali pendidikan. Padahal dari tiga fungsi APBN, yaitu stabilisasi, distribusi, dan alokasi, maka tidak tepat bila fungsi stabilitas dalam konteks ini harga solar dan pertalite ketika harga minyak global meroket, mengalahkan dua fungsi lainnya," kata Berly.

Tantangan Pemerintah Ambil Opsi yang Paling Sedikit Dampak Negatifnya

Berly yang juga dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia menyatakan bahwa ekonomi adalah ilmu memilih dari banyak opsi yang tidak sempurna dan ada dampak negatifnya. Tantangan bagi pemerintah dan pembuat kebijakan adalah mencari dan mengambil opsi yang paling sedikit dampak negatif atau least worse.

"Dengan pertumbuhan kuartal II-2022 menembus 5,4 persen dan terjadi deflasi 0,2 persen pada Agustus, saat ini opsi kebijakan yang least worse adalah realokasi subsidi BBM dengan meningkatkan alokasi perlindungan sosial dan kebijakan mitigasi dampak," terangnya.

Berly mengatakan bantuan sosial selama pandemi yang masih jauh dari sempurna menurut kajian BPS perlu diperbaiki pada penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM 2022, karena data masyarakat miskin dan rentan terakhir diperbarui dengan sensus terbatas nasional tahun 2015. Pemerintah perlu mengevaluasi data itu secara akurat untuk diumumkan ke publik.

"BLT adalah pelampung bagi warga yang miskin dan rentan dalam kapal ekonomi Indonesia yang sedang menghadapi badai sehingga tetap mengapung dan tidak terbenam sehingga perlu tepat sasaran," ujar Berly.

Berly menambahkan bahwa realokasi subsidi BBM secara historis akan meningkatkan inflasi khususnya di sembako dan makanan, sehingga kenaikan harga transportasi publik perlu dihitung seksama secara supaya tidak terlalu tinggi dan melebihi kenaikan biaya operasi terlalu tinggi.

Formula Kenaikan Upah Perlu Direvisi untuk Lindungi Daya Beli

Formula kenaikan Upah minimum Regional (UMP) di Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 juga perlu direvisi, sehingga setidaknya setara dengan inflasi untuk melindungi daya beli pekerja.

"Nelayan yang dalam proses mencari ikan menggunakan solar perlu perlindungan dan bantuan khusus, sehingga tidak kehilangan mata pencariannya," jelasnya.

Berly meminta pemerintah menjadikan realokasi subsidi BBM sebagai bagian kebijakan sistematis menuju ekonomi hijau dengan meningkatkan insentif untuk energi terbarukan, perbaikan transportasi publik di wilayah urban.

Selain itu, dia juga meminta penetapan kerja dan kuliah dari rumah setidaknya 40 persen atau dua hari seminggu untuk mengurangi penggunaan BBM dan emisi karbon dalam jangka menengah. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya