Peran Batu Bara Topang Neraca Dagang dan Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III-2022
- ANTARA FOTO
VIVA Bisnis – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia kuartal III-2022 surplus sebesar US$14,92 miliar atau tumbuh 12,58 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, surplus neraca perdagangan RI tersebut di antaranya berasal dari komoditas ekspor RI.
"Neraca perdagangan Indonesia pada kuartal III-2022 ini surplus sebesar US$14,92 miliar tumbuh sebesar 12,58 persen kalau dibandingkan kuartal III-2021 atau secara yoy," ujar Margo dalam telekonferensi, Senin 7 Oktober 2022.
Margo menjelaskan, untuk komoditas ekspor penyumbang surplus kuartal III di antaranya, batu bara, kelapa sawit serta besi baja.
"Batu bara di kuartal III itu tercatat US$13,31 miliar, kemudian kelapa sawit ini ekspor mencapai US$8,9 miliar. Dan besi dan baja untuk kuartal III juga ekspor mencapai US$6,38 miliar," jelasnya.
Surplusnya neraca perdagangan kuartal III-2022 berdampak ke pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2022 yang tumbuh sebesar 5,72 persen secara year on year (yoy). Dalam hal ini ekonomi Indonesia tumbuh selama empat kuartal berturut-turut.
"Ekonomi kita tumbuh 5,72 persen dan kalau diperhatikan tren pertumbuhan ekonomi tahunan ini meningkat secara persisten secara empat kuartal berturut-turut. Dengan tumbuh di atas 5 persen sejak triwulan IV-2021," ujar Margo.
Pertambangan Jadi Salah Satu Sektor Penopang Utama Pertumbuhan Ekonomi
Margo menuturkan, untuk penopang utama penguatan ekonomi itu di antaranya sumbang oleh sektor industri, pertambangan, pertanian, perdagangan, dan konstruksi.
"Di kuartal III ini industri memiliki kontribusi 17,88 persen, kemudian pertambangan 13,47 persen, pertanian 12,91 persen, perdagangan 12,74 persen, konstruksi 9,45 persen," jelasnya.
Menurutnya, hampir seluruh sektor perekonomian mengalami pertumbuhan. Namun, terdapat satu sektor yang mengalami kontraksi di kuartal III-2022 yaitu kesehatan sebesar 1,74 persen.
"Kalau dari catatan kami di BPS, kenapa jasa kesehatan mengalami kontraksi sebesar 1,74 persen. Ini karena pencarian dari insentif kesehatan itu lebih rendah kalau dibandingkan triwulan III-2021 atau secara yoy," terangnya.