Soal Hilirisasi RI, Menteri Bahlil Tegaskan IMF Ngomongnya Jangan Ngawur

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

Jakarta –  Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, menanggapi hasil laporan internasional Monetary Fund (IMF) dan melakukan sejumlah bantahan terhadapnya.

Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tumbuh 5,11 Persen, Airlangga: Tertinggi Sejak 2015

Dalam siaran persnya, IMF mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5 persen, seiring inflasi RI yang berada di bawah 5 persen. Bahkan, IMF menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia ini merupakan salah satu pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terbaik, di antara negara-negara G20 lainnya.

"Tapi IMF juga mengatakan bahwa dalam mengelola keuangan negara, defisit dapat kita kembalikan ke bawah 30 persen setahun lebih cepat. Artinya, IMF melihat bahwa ini adalah sebuah hal positif dalam rangka pengelolaan keuangan negara," kata Bahlil dalam telekonfrensi, Jumat, 30 Juni 2023.

Ekonomi Kuartal I-2024 Tumbuh 5,11 Persen di Tengah Gejolak Global, Sri Mulyani: APBN Jaga Daya Beli

Ilustrasi IMF.

Photo :
  • ANTARA

Dalam siaran pers yang sama, IMF juga mengakui bahwa Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia akan terus mengalami peningkatan. Dimana, pada tahun 2023 IMF menganalisa bahwa pertumbuhannya akan mencapai sekitar 19 persen.

BPS Sebut Ketimpangan Gender Menurun pada 2023, Ini Buktinya

"Nah, yang ketiga, standar ganda IMF ini. IMF menyebut mendukung tujuan hilirisasi untuk mendorong transformasi struktural dan penciptaan nilai tambah dan lapangan kerja. Namun, IMF menentang kebijakan larangan ekspor," ujarnya.

Dia menjelaskan, menurut IMF kebijakan larangan ekspor komoditas oleh pemerintah Indonesia akan menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara, serta akan berdampak negatif terhadap negara lain. Karenanya, Bahlil pun membeberkan satu persatu sanggahan bagi IMF, sekaligus membuktikan bahwa pernyataan mereka keliru besar.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Photo :
  • Anisa Aulia/VIVA.

Bahlil tak membantah bahwa FDI Indonesia akan tumbuh sekitar 19 persen lebih di tahun 2023. Bahkan, pada kuartal I-2023 FDI Indonesia telah tumbuh 20 persen, dan terjadi di luar sektor hulu migas dan sektor keuangan. Dia memastikan, hal ini merupakan bukti kepercayaan publik global kepada Indonesia, dalam menerapkan berbagai kebijakan ekonomi. Termasuk dalam melakukan reformasi terhadap berbagai regulasi, yang menghambat proses investasi dan kepercayaan kepada pemerintah.

"Jadi sekalipun saat ini kita masuk dalam tahun politik, tapi 'trust global' kepada kepemimpinan Presiden Jokowi itu sangat kuat sekali," kata Bahlil.

Dia menambahkan, dengan melakukan hilirisasi, maka penciptaan nilai tambah akan sangat tinggi sekali di Indonesia. Contohnya yakni hilirisasi di komoditas nikel, dimana ekspor nikel medio  2017-2018 hanya mencapai US$3,3 miliar. Namun begitu ekspor nikel disetop dan hilirisasi dilakukan, nilai ekspor Indonesia di 2022 hampir US$30 billion atau hampir 10 kali lipatnya.

Kemudian pada 2016-2017, defisit perdagangan Indonesia dengan China mencapai US$18 billion. Namun akibat hilirisasi, maka di tahun 2022 defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China hanya sebesar US$1,5 billion. Bahkan di kuartal I-2023 ekspor Indonesia sudah surplus US$1 billion.

"Jadi ini harus dicatat, dan agar IMF ngomongnya jangan ngawur-ngawur," ujar Bahlil.

Dengan hilirisasi ini, Bahlil memastikan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia sudah sampai 25 bulan, sementara neraca pembayaran juga mengalami surplus. Kemudian soal nilai tambah, di mana IMF menyebut bahwa Indonesia tidak mendapatkan pendapatan negara dari hilirisasi, Bahlil pun membantahnya.

Dia menegaskan, pada tahun 2021-2022 target pendapatan negara terus tercapai. Hal itu karena laporan pendapatan negara dan kepastian terwujudnya nilai tambah, memang merupakan ranah pemahaman pemerintah Indonesia dan bukan dari IMF.

"Karena yang tahu target pendapatan negara itu tercapai atau tidak, itu bukan IMF, tapi kita Pemerintah Republik Indonesia. Akibat hilirilisasi itu, terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah, terutama pada daerah-daerah penghasil dari komoditas bahan baku," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya