Bursa Karbon Diluncurkan 26 September, Ketua OJK: Ini Permulaan dari Satu Langkah-Besar

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar
Sumber :
  • Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memulai perdagangan perdana bursa karbon pada 26 September 2023. Hal itu diutarakan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam seminar nasional 'Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia'.

Naik 18,25 Persen, Avrist Assurance Raup Laba Bersih Rp 145 Miliar pada 2023

Dalam penerapan bursa karbon pertama di Indonesia ini, Mahendra menegaskan bahwa program peningkatan kapasitas semua pihak secara bersama-sama perlu dilakukan seperti halnya seminar ini.

"Karena saya tidak berpretensi bahwa salah satu pihak lebih tahu daripada pihak yang lain. Karena untuk Indonesia, ini adalah permulaan dari satu langkah besar. Artinya, kita sama-sama belajar," kata Mahendra, Senin, 18 September 2023.

Sunra Bangun Pabrik Motor Listrik Senilai US$120 Juta, Kemenperin: Iklim Investasi RI Makin Kondusif

Kerja sama OJK dan KLHK soal Bursa Karbon

Photo :
  • Dokumentasi OJK.

Dia menambahkan, sesegera mungkin OJK juga akan memulai program capacity building bersama-sama. Hal itu termasuk melibatkan para pemangku kepentingan utama, khususnya yang berada di provinsi-provinsi atau daerah.

BUMN Indonesia Re Gandeng Akademisi untuk Lahirkan Talenta Muda di Industri Asuransi

"Kami akan mengajak berbagai organisasi dalam dan luar negeri untuk melakukan hal ini. Sebagai penyelenggara, kami di OJK siap untuk memfasilitasinya, tapi pesertanya dari Sabang Sampai Merauke karena itu adalah komitmen nasional," ujarnya.

Mehendra pun mengajak para kepala daerah untuk sama-sama memberikan pemahaman kepada para jajaran di daerahnya masing-masing, mengenai seluk-beluk bursa karbon tersebut.

"Karena pada gilirannya, inilah yang menjadi penentu, bukan pihak lain, bukan negara lain, bukan orang lain, tapi kemampuan kita sendiri," kata Mahendra.

Selain itu, lanjut Mahendra, pemerintah Indonesia dan masyarakatnya juga harus mampu menyerap ilmu dan pengalaman yang sudah dilakukan sejumlah negara lainnya dalam upaya penerapan bursa karbon.

"Bahwa ada metodologi, teknik, atau formulasi dan cara penghitungan yang kurang kita paham, ya itu bagian dari kemampuan pihak-pihak lain yang perlu kita serap, kita pelajari, dan kita kembangkan," kata Mahendra.

"Apakah itu berasal dari sumber daya alam atau natural capital carbon reduction, yang berasal dari transisi energi, ataupun dari industri seperti industri transportasi, industri rumah tangga, dan seterusnya. Itulah potensi kita," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya